Bayangkan sedang asyik belanja online, lalu tiba-tiba harga barang favorit melonjak tinggi. Bukan karena diskon habis, melainkan ada drama besar di panggung dunia: dagang antara Cina dan Amerika Serikat yang dipicu tarif Donald Trump.

Nah, ternyata “pertengkaran” ini tak cuma soal mereka berdua, tapi juga bisa mengguncang Indonesia—termasuk kehidupan kita sehari-.

Semua bermula ketika Trump, yang kembali berkuasa di AS, menerapkan tarif tinggi pada barang impor, termasuk dari Cina yang kena tarif 34% dan Indonesia yang tak luput dengan tarif 32%.

Cina, sebagai raksasa dagang, tak tinggal diam—mereka balas dengan serupa. Akibatnya, barang-barang dari kedua negara jadi lebih mahal di pasar global.

Di sisi lain, Indonesia yang banyak mengandalkan ekspor ke AS—seperti tekstil, elektronik, dan alas kaki—bisa kehilangan pembeli karena harganya tak lagi kompetitif.

Data dari Perdagangan RI menunjukkan, pada 2024, ekspor nonmigas kita ke AS mencapai lebih dari 16 miliar dolar AS.

Bayangkan kalau angka ini turun drastis—banyak perusahaan lokal yang memproduksi pakaian atau sepatu bisa merumahkan pekerja.

Kaum hawa, yang sering jadi tulang punggung industri ini, mungkin merasakan dampaknya lebih dulu: pekerjaan berkurang, pendapatan menipis, dan harga barang kebutuhan pun ikut naik.

Belum lagi hubungan kita dengan Cina. Sebagai mitra dagang besar, kalau mereka terguncang, permintaan barang dari Indonesia seperti minyak sawit atau karet bisa anjlok.

Ekonom memperkirakan, kalau dagang ini berlarut-larut, pertumbuhan kita bisa melambat di bawah 5% pada 2025.

Artinya, dompet kita bakal lebih sering “berpuasa” dari keinginan belanja.

Namun, ada secercah harapan. Beberapa ahli bilang, Indonesia bisa memanfaatkan celah ini dengan menawarkan barang alternatif ke AS, menggantikan produk Cina yang mahal.

Misalnya, tekstil atau furnitur kita bisa jadi primadona baru kalau kualitasnya ditingkatkan. Tapi, ini butuh kerja keras dan strategi cerdas dari pemerintah serta pelaku usaha.

Jadi, apa artinya buat kita? Mungkin saatnya lebih bijak mengatur anggaran belanja, mendukung produk lokal, atau bahkan mulai bisnis kecil yang tahan banting.

dagang ini memang jauh di sana, tapi getarannya terasa sampai ke sini. Kaum hawa, siap menghadapi tantangan ini dengan kepala tegak?