palu, hawa.id –
Penolakan tersebut disampaikan oleh Ketua Fraksi Partai Keadilan Rakyat (PKS) DPRD Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Hj. Wiwik Jumatul Rofi’ah, setelah dihubungi oleh wartawan Potret Sulteng pada hari Minggu, (16/07/2023).
Bunda Wiwik, sapaan akrabnya, menuturkan 7 alasan mengapa Fraksi PKS menolak pengesahan UU kesehatan tersebut.
Pertama, negara wajib memenuhi layanan kesehatan yang berkualitas sebagai salah satu hak dasar masyarakat.
“Oleh karena itu, perbaikan layanan kesehatan yang berkualitas harus menjadi prioritas dalam penyusunan draft RUU Kesehatan ini sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” ujarnya.
Kedua, dalam penyusunan RUU Kesehatan dengan metode omnibus law, tidak boleh menyebabkan kekosongan hukum, kontradiksi pengaturan. Fraksi PKS, menemukan adanya pengaturan dalam beberapa UU yang dihapus dalam draft RUU Kesehatan ini. Hal tersebut berpotensi menimbulkan kekosongan hukum.
“Dihapuskannya aturan mengenai SIPB bidan, juga dihapuskannya mengenai praktik kebidanan yang mengatur tempat praktik dan jumlahnya sesuai dengan tingkat pendidikan bidan,” ungkapnya.
Ketiga, DPR seharusnya memastikan dulu partisipasi yang berkualitas dari para pemangku kepentingan. DPR untuk kembali memastikan draft yang sudah disusun sesuai dengan masukan para pemangku kepentingan.
keempat, pemerintah memberikan tugas kepada BPJS sebagai badan hukum publik yang bersifat independen, dan harus disertai kewajiban pemerintah dan pendanaannya.
Kelima, Fraksi PKS menemukan di draft RUU Kesehatan tentang tenaga medis dan tenaga Kesehatan warga negara asing dapat melakukan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia dalam rangka investasi atau non investasi sebagai draf yang amat rawan.
“Terkait dengan tenaga medis dan tenaga kesehatan Indonesia yang sangat mungkin tersingkirkan atas nama investasi atau alih teknologi,” terangnya.
Lalu keenam, di semua negara pengaturan tentang profesi kesehatan diatur dalam UU tersendiri. Namun, di beberapa materi UU sebelumnya terkait profesi tenaga medis malah dihapuskan.
Terakhir ketujuh, terkait anggaran kesehatan harus dialokasikan secara memadai untuk memastikan bahwa negara memberi layanan kesehatan berkualitas yang aksesibel bagi masyarakat Indonesia.*/LIA