“Wow! Beli Mie di sini Bisa Dilayani Gadis Cantik dan Seksi”

“Wanita Seksi dan Cantik Ini Tak Malu Jadi Petugas Antar Makanan”

Judul berita di portal online seperti ini,  hanya sedikit contoh dan gambaran, tentang bagaimana relasi massa terhadap gender, serta bagaimana gender direpresentasikan dalam pemberitaan media. 

Eksploitasi tubuh perempuan dalam pemberitaan makin hari makin menjadi, bahkan tak jarang ada kanal khusus yang memuat berita dengan mengekploitasi tubuh perempuan.

Sadar atau tidak, stereotipe yang terbentuk melalui pemberitaan tersebut telah memproyeksikan pola pikir masyarakat pada tubuh dan seksualitas perempuan.

Communication and Media Officer Jejaring Mitra Kemanusiaan (JMK)-Oxfam, Degina Adenessa mengatakan, media sejatinya memiliki peran membentuk opini publik dan melakukan advokasi, baik secara litigasi maupun non litigasi, untuk menguatkan advokasi yang berkeadilan gender, khususnya dalam memperjuangkan kesetaraan dan keadilan gender. Namun, kecenderungan media saat ini, malah melestarikan kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan. Industri media telah menjadi propagandis terdepan dalam mengkampanyekan stereotipe tersebut.

Belum lagi, dalam memuat konten-konten berita kekerasan terhadap perempuan seperti pelecehan atau pemerkosaan, di mana etika jurnalisme masih sering diabaikan seperti menyebut nama dan data korban,

menggunakan eufemisme untuk “memperhalus”  pemerkosaan, seperti “menggagahi”, “menodai”,  ”ditiduri”.

Sebenarnya, dan media telah diatur dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang berkorelasi dengan berita dalam perspektif gender, yakni pasal 4 yang menyebutkan wartawan tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

Penafsiran pada poin ke empat yakni “cabul” berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan , gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.

Selanjutnya, Kode Etik Jurnalistik, Pasal 5 yang berbunyi “Wartawan tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas yang menjadi pelaku kejahatan. Penafsirannya, identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak. adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.

seharusnya melakukan aksi afirmatif untuk memerangi bias gender dalam peliputan dan pemberitaan media.

Mariana Amiruddin, Direktur Eksekutif Yayasan Jurnal Perempuan, dikutip dari remotivi.or.id menganggap bahwa eksploitasi perempuan dalam pemberitaan media massa bisa diminimalisir jika wartawan memiliki perspektif gender dan melihat perempuan sebagai manusia, bukannya objek.MS