WASHINGTON, HAWA — Presiden Donald Trump tuduh Elon Musk menerima dana negara dalam jumlah besar dan mengancam akan meninjau ulang dukungan pemerintah terhadap perusahaannya. Trump menyampaikan pernyataan itu pada 1 Juli 2025 melalui wawancara dan unggahan di Truth Social.

Trump tuduh Elon dan menyatakan bahwa Elon mungkin telah menerima subsidi terbesar dalam sejarah Amerika Serikat. Ia menambahkan bahwa pemerintah akan memeriksa secara serius semua uang yang Elon terima dari pemerintah dan kemungkinan deportasinya. Ancaman tersebut memicu reaksi keras dan memperkeruh hubungan antara kedua tokoh tersebut.

Musk menolak rancangan undang-undang fiskal yang Trump dukung, sehingga memicu perselisihan. Musk menganggap RUU itu berisiko meningkatkan utang nasional hingga $3,3 triliun dalam sepuluh tahun. Trump kemudian menuding Musk memiliki motif bisnis karena undang-undang tersebut dapat mengurangi subsidi kendaraan listrik.

“Tanpa subsidi, Elon mungkin harus menutup perusahaannya,” kata Trump dalam wawancara yang dikutip Forbes.

Musk membantah tudingan itu dan menegaskan sikapnya melalui platform X.

“Saya secara harfiah mengatakan POTONG SEMUANYA. Sekarang.” tulis Elon.

Ia juga menyerukan penghapusan semua subsidi, termasuk untuk energi terbarukan dan industri minyak.

Menurut laporan The Washington Post, perusahaan milik Musk seperti Tesla dan SpaceX telah memperoleh sekitar $38 miliar dari kontrak pemerintah, pinjaman, dan kredit pajak. Trump mengancam akan menugaskan Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE) untuk meninjau dana tersebut. Musk memimpin DOGE hingga ia mengundurkan diri pada Mei 2025 untuk fokus pada bisnisnya.

Ancaman Trump berdampak langsung pada pasar. Saham Tesla turun enam persen setelah pernyataan itu. Beberapa investor merespons negatif rencana peninjauan dana publik tersebut.

Selain soal dana, Trump juga mengungkit status kewarganegaraan Musk. Ia mengatakan akan memeriksa kemungkinan deportasi Musk ke Afrika Selatan, tempat kelahiran CEO Tesla itu. Namun, Musk telah menjadi warga negara AS sejak 2002. Menurut The Palm Beach Post, langkah deportasi tidak mungkin dilakukan secara hukum.LIA