JAKARTA, HAWA — Surplus perdagangan Indonesia dengan AS mencapai sekitar Rp115 triliun pada Januari hingga Mei 2025. Angka ini naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp87 triliun. Namun, kebijakan tarif 32 persen dari Presiden Donald Trump mengancam kelanjutan surplus tersebut.

Badan Pusat Statistik mencatat ekspor non-migas Indonesia ke AS menyumbang sekitar Rp134 triliun. Sementara impor dari AS hanya sekitar Rp64 triliun, menghasilkan surplus bersih sektor non-migas sekitar Rp70 triliun. Produk ekspor utama meliputi mesin dan peralatan listrik, alas kaki, serta pakaian.

Presiden Trump mengumumkan kebijakan “tarif timbal balik” pada 2 April 2025, yang berlaku untuk 57 negara, termasuk Indonesia. Tarif tambahan sebesar 32 persen dijadwalkan berlaku mulai 9 Juli 2025 setelah masa negosiasi selama 90 hari.

“Presiden Trump berupaya menciptakan kesetaraan dalam persaingan dagang” tulis White House dalam pernyataan resminya.

Menteri Perdagangan Indonesia, Budi Santoso, menyatakan bahwa pemerintah berusaha menjaga hubungan dagang bilateral.

“Kita harus mempertahankan pasar (AS) dengan tidak mencegah produk mereka masuk ke Indonesia,” kata Budi Santoso pada Selasa.

Respon Indonesia

Sebagai respons, Indonesia menawarkan peningkatan impor energi dari AS seperti gas alam cair dan kedelai, dengan nilai hingga Rp305 triliun per tahun. Selain itu, pemerintah juga melonggarkan pembatasan impor produk hutan, pupuk, dan plastik mulai 30 Agustus 2025.

Ekonom Universitas Gadjah Mada, Muhammad Edhie Purnawan, memperingatkan potensi dampak serius terhadap ekspor Indonesia.

“Barang-barang Indonesia bisa menjadi lebih mahal dan kurang kompetitif,” ujarnya.

Indonesia juga menawarkan investasi bersama melalui dana sovereign Danantara Indonesia untuk proyek mineral kritis, termasuk baterai kendaraan listrik. Strategi ini bertujuan memperkuat kerja sama sektor industri.

Namun, hingga 2 Juli 2025, negosiasi masih berlangsung tanpa kesepakatan. Edi Prio Pambudi, pejabat senior dari Kementerian Koordinator Perekonomian, menyebut pihaknya masih menunggu tanggapan resmi dari AS.

“Sulit memprediksi keputusan Presiden Trump,” ujarnya.

Menurut Reuters, defisit perdagangan AS dengan Indonesia pada 2024 mencapai Rp285 triliun. Kebijakan tarif ini bertujuan mengurangi defisit tersebut dan melindungi industri domestik AS.

Jika tidak tercapai kesepakatan, sektor padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan elektronik kemungkinan akan terdampak. Sektor ini berkontribusi besar terhadap ekspor Indonesia dan menyerap banyak tenaga kerja.LIA