– Pemungutan dan Penghitungan Suara untuk Pemilu tahun 2024 tinggal satu  hari lagi yaitu tepatnya pada Rabu, 14 Februari 2024. Hal ini merupakan momen yang ditunggu-tunggu oleh seluruh Rakyat Indonesia untuk melaksanakan pesta demokrasi lima tahun sekali, yang akan berlangsung serentak untuk memilih presiden dan , Anggota RI, DPD RI, Provinsi dan Kabupaten/.

Anggota Bawaslu periode 2018-2023, Munirah mengatakan, berdasarkan Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang pada hari pemungutan suara sudah genap berumur 17 tahun atau lebih, sudah kawin atau sudah pernah kawin, terdaftar dalam daftar pemilih mempunyai hak untuk memilih dan bagi WNI yang telah dicabut hak politiknya oleh pengadilan tidak mempunyai hak untuk memilih sedangkan Anggota TNI dan tidak menggunakan haknya untuk memilih.

Pemilih yang berhak memberikan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) berdasarkan PKPU Nomor 25 tahun 2023 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Umum meliputi pemilik Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP-el) yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di TPS yang bersangkutan, pemilik KTP-el yang terdaftar dalam Daftar Pemilih tambahan (DPTb), pemilik KTP-el yang tidak terdaftar dalan DPT dan DPTb dan penduduk yang telah mempunyai hak pilih. Dalam hal pemilih belum memiliki KTP-el pada hari pemungutan suara, pemilih dapat menggunakan surat keterangan (suket).

Sedangkan bagi pemilih yang sudah terdaftar dalam DPT di suatu TPS yang karena keadaan tertentu tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih di TPS asal, maka akan dikategorikan sebagai DPTb, yang mana pemilih DPTb ini akan diberikan Formulir Model A-Surat Pindah Memilih jika yang bersangkutan memenuhi kategori yang diuraikan pada Pasal 116 Ayat (3) PKPU Nomor 7 tahun 2022 tentang Penyusunan Daftar Pemilih dalam Penyelenggaraan Pemilu dan Sistem Informasi Data Pemilih.

Hal ini untuk mencegah adanya pemilih yang menggunakan hak pilihnya tidak sesuai dengan DPT dan KTP dimana dia berdomisili. Seperti halnya yang terjadi pada Pemilu 2019 lalu di Kota , dimana terdapat 72 pemilih menggunakan KTP-el luar daerah yang tidak menyertakan Formulir A-5 (pindah memilih) sehingga menyebabkan terjadinya Pemungutan Suara Ulang (PSU) di 13 TPS pada 9 Kelurahan di 5 Kecamatan pada 27 April 2019.

Terjadinya PSU tersebut disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat untuk mematuhi prosedur dalam menggunakan hak pilih dan kurangnya pemahaman Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dalam mengakomodir pemilih yang akan menyalurkan suaranya di luar DPT dan DPTb. Tentunya hal ini bertentangan dengan prinsip penyelenggaraan pemilu yakni Profesional (dalam hal keahlian dan pengetahuan penyelenggara memberikan ruang bagi pemilih mengunakan KTP-el tanpa membawa Formulir A-5 atau pindah memilih), Efektif (seharusnya menghasilkan hasil akhir yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan), dan Efisien (melakukan pekerjaan dengan tepat dan mampu menjalankan tugas dengan cermat dan berdaya guna).

Di sisi lain, akibat yang ditimbulkan jika dilaksanakannya PSU, besar kemungkinan potensi partisipasi masyarakat akan berkurang dibandingkan pada saat hari H dan dari segi efisiensi anggaran pastinya negara akan mengucurkan anggaran tambahan yang tidak sedikit guna memfasilitasi baik dari sisi penyelenggaraannya, penyelenggaranya maupun dari sisi pengamanannya.        

Kejadian tersebut tentunya patut menjadi pelajaran berharga bagi kita semua baik pemilih maupun penyelenggara teknis dan pengawas pemilu agar betul-betul mengetahui, memahami serta mematuhi segala bentuk tata cara, prosedur dan mekanisme dalam pemungutan suara di TPS agar hal serupa tidak terulang kembali, sehingga Pemilu 2024 ini dapat terselenggara sesuai dengan asas dan prinsip penyelenggaraan pemilu serta menghasilkan pemimpin negara dan anggota legislatif yang sesuai dengan keinginan dan harapan rakyat untuk membawa Negara Indonesia semakin maju dan berkembang serta rakyatnya mendapatkan keadilan dan sejahtera.***