SUDAN, HAWA.ID – Mata dunia tertuju pada Sudan saat pertempuran sengit antara militer Sudan (SAF) dan pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) di el-Fasher, Darfur Utara, memicu kekhawatiran terhadap bencana kemanusiaan yang lebih besar.
“ALL EYES ON SUDAN” menggema di sosial media sebagai bentuk keprihatinan pengguna-pengguna diseluruh dunia tentang Krisis kemanusiaan di Sudan, terutama di wilayah Darfur.
Pertempuran yang berkecamuk antara militer Sudan (SAF) dan pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) di el-Fasher, ibu kota Darfur Utara, telah menimbulkan kekhawatiran akan eskalasi konflik dan dampak kemanusiaan yang lebih besar.
Pada sosial media X.com milik Elon Musk, bersliweran footage dan gambar-gambar keganasan perang antara SAF dan RSF tersebut seperti foto anak-anak sudan yang tewas terbakar serta gambaran korban-korban warga Sudan lainnya.
Apa yang Terjadi di Sudan?
El-Fasher, yang merupakan benteng terakhir SAF di Darfur, menjadi saksi pertempuran sengit antara kedua pihak tersebut.
Ribuan orang telah tewas atau terluka sejak pertempuran memuncak pada 10 Mei 2024. Situasi ini semakin memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah ada di Darfur.
Penduduk sipil terjebak dalam konflik, sementara kebutuhan dasar seperti makanan, air, dan obat-obatan semakin sulit dipenuhi.
Sejak Kapan Terjadi Perang?
Perang saudara di Sudan telah berlangsung selama lebih dari satu tahun, dimulai sejak April 2023.
Konflik ini awalnya memuncak di ibukota Khartoum sebelum menyebar ke wilayah lain, termasuk Darfur.
Pertempuran di Darfur, khususnya di el-Fasher, menjadi semakin intensif, menimbulkan kekhawatiran akan eskalasi konflik yang lebih besar.
Siapa yang Bertanggung Jawab?
Persaingan kekuasaan antara pemimpin SAF, Abdel Fattah al-Burhan, dan pemimpin RSF, Mohamed Hamdan “Hemedti”, menjadi pemicu konflik ini.
Kedua kelompok tersebut memiliki sejarah perselisihan yang panjang, yang memperparah situasi di Sudan.
Terlebih lagi, keterlibatan RSF, yang dituduh terkait dengan kelompok Janjaweed yang melakukan pembersihan etnis di Darfur pada tahun 2003, semakin memperparah krisis di wilayah tersebut.
“Dunia harus bertindak segera untuk mencegah bencana kemanusiaan yang lebih besar di Darfur.” ungkap Alex de Waal, direktur eksekutif World Peace Foundation.
De Waal menegaskan pentingnya intervensi internasional untuk mengakhiri konflik dan mencapai solusi damai di Sudan.
De Waal menegaskan pentingnya intervensi internasional untuk mengakhiri konflik dan mencapai solusi damai di Sudan.
Komunitas internasional juga telah menyerukan gencatan senjata segera dan upaya politik yang lebih besar untuk mengakhiri pertempuran di Sudan.
Namun, untuk mencapai perdamaian yang berkelanjutan, perlu ada komitmen yang kuat dari semua pihak yang terlibat dalam konflik.
Pernyataan Resmi dari PBB untuk Sudan (UN OCHA) oleh Koordinator Residen dan Kemanusiaan, Clementine Nkweta-Salami menyatakan bahwa Situasi Kemanusiaan di Sudan semakin memburuk. Terdapat juga pelanggaran-pelanggaran Hak Asasi Manusia.
“Laporan mengenai korban jiwa dan pelanggaran HAM di Al Fasher sangat mengerikan. Keluarga, termasuk anak-anak dan lansia, terjebak di kota karena mencari perlindungan.” ungkap Nkweta-Salami.
Selain itu krisis perdamaian dan stabilitas di kawasan Afrika Utara tersebut mengakibatkan dampak yang semakin parah bagi penduduk Sipil.
UNOCHA atas nama PBB meminta dan menyerukan untuk memberi perlindungan kepada warga sipil.
“Semua pihak harus menghindari penggunaan senjata peledak di daerah padat penduduk dan mengambil tindakan untuk melindungi warga sipil dan infrastruktur sipil. Perang memiliki aturan yang harus dipatuhi semua pihak.” tegas Nkweta-Salami.LIA