, HAWA – Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda , Kombes Pol Dodi Darjanto, diduga menolak wawancara dengan SCTV Palu, Syamsuddin Tobone, hanya karena menggunakan ponsel buatan Cina. Insiden ini terjadi saat Syamsuddin hendak melakukan wawancara di Tugu 0 Kilometer, Palu, pada Rabu pagi, (17/7).

Syamsuddin Tobone, yang juga Kepala Biro SCTV Palu, mengungkapkan kronologi kejadian tersebut.

“Saya sudah janji mau wawancara dari kemarin lewat ajudannya. Akhirnya tadi pagi Pak Dir bersedia jam 08.30 WITA di Tugu 0. Setelah apel, saya bertemu beliau untuk memulai wawancara. Saya pakai seragam SCTV, rapi. Setelah salam dan kenalan, saya mau mulai merekam. Dia langsung berkata, ‘Kenapa merekam wawancara pakai HP? Saya tidak mau. Masak wawancara pakai HP, HP merek Cina lagi. Suruh direkturmu belikan HP yang canggih,’” ujar Syamsuddin.

Insiden ini memicu reaksi keras dari komunitas di Palu. Mereka menilai tindakan Kombes Pol Dodi Darjanto tidak profesional dan merendahkan kerja yang sering kali bekerja dengan berbagai alat, termasuk ponsel, dalam situasi yang tidak selalu memungkinkan penggunaan peralatan profesional lengkap.

Abdee Mari, Sekretaris Asosiasi Media Indonesia (AMSI) Sulawesi Tengah, menyebut tindakan yang dilakukan oleh Dir Lantas Polda itu melecehkan profesi jurnalis.

“Sebagai pejabat publik, dia tidak boleh mengeluarkan kata-kata yang merendahkan profesi. Kami meminta pihak Polda mengklarifikasi hal ini dan memberi sanksi kepada yang bersangkutan,” tegasnya.

Syamsuddin juga menjelaskan bahwa perkembangan teknologi saat ini memungkinkan pengambilan gambar yang berkualitas tinggi menggunakan ponsel.

Penolakan terhadap penggunaan ponsel mencerminkan kurangnya pemahaman tentang tren dan kebutuhan modern dalam dunia jurnalisme.

“Saya mencoba menjelaskan kepada Kombes Pol Dodi bahwa teknologi ponsel sekarang sudah sangat maju, tetapi penjelasan saya tidak diterima dengan baik. Bahkan, anak buahnya, anggota lantas Polda, datang dan membisikkan kepada saya untuk tidak membantah.”

Sementara itu Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulteng menyatakan bahwa, banyak jurnalis di seluruh dunia memanfaatkan teknologi ini untuk fleksibilitas dan efisiensi dalam meliput berita. Apa yang dilakukan Dirlantas Polda Sulteng ini adalah sebuah bentuk terhadap karya jurnalistik.

“Saat ini, kerja jurnalistik tidak bisa hanya dilihat dari alat kerja yang digunakan. Jika itu yang dilakukan, sama dengan sebuah pelecahan bagi karya jurnalistik. Bagi kami ini sebuah verbal yang perlu ditindaki secara serius.” ungkap Mitha Meinansi, Divisi Advokasi IJTI Sulteng

Pihak jurnalis menuntut klarifikasi dan permintaan maaf dari Dirlantas Polda Sulteng atas pernyataan tersebut.

Mereka berharap agar kejadian serupa tidak terulang dan hubungan baik antara pejabat publik dan media dapat terjaga untuk transparansi dan informasi yang akurat kepada masyarakat.

Sampai berita ini tayang, Kombes Pol Dodi Darjanto yang dikonfirmasi via pesan singkat belum memberikan tanggapan resmi.*/LIA