JAKARTA, HAWA – Subvarian baru COVID-19 dengan kode NB.1.8.1 telah terdeteksi di Amerika Serikat, menurut laporan lembaga kesehatan setempat. Subvarian ini pertama kali muncul pada 22 Januari dan kini dipantau secara global oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai “variant under monitoring” sejak Kamis (23/5).

Varian NB.1.8.1 teridentifikasi melalui program penyaringan bandara terhadap pelancong internasional. Petugas kesehatan menemukan kurang dari 20 urutan genetik NB.1.8.1 di negara bagian seperti California, Washington, Virginia, dan New York.

Penjelasan Subvarian Covid 2025

Para peneliti mencatat bahwa subvarian ini telah menyebar ke 22 negara dan menyumbang 10,7 persen dari total kasus COVID-19 yang para ahli urutkan secara global pada periode 21 hingga 27 April 2025.

Subvarian ini lebih menular karena membawa mutasi pada protein lonjakan (spike protein). Para ahli belum menemukan bukti bahwa NB.1.8.1 menimbulkan gejala yang lebih parah dibandingkan varian Omicron lainnya.

Pasien yang terinfeksi NB.1.8.1 umumnya mengalami gejala seperti demam, batuk, sakit tenggorokan, kelelahan, dan kesulitan bernapas. Vaksin atau infeksi sebelumnya tetap memberikan perlindungan, dan otoritas kesehatan menargetkan peluncuran vaksin booster terbaru pada awal musim gugur 2025.

Amy Edwards, MD, menjelaskan bahwa mutasi dan data awal menunjukkan kemungkinan varian ini lebih menular, menurut laporan medis yang terbit di AS. Sementara itu, William Schaffner, MD, menyampaikan bahwa Varian sebelumnya lebih sering membuat pasien menjalani perawatan di rumah sakit.

Subvarian ini tidak termasuk dalam kelompok besar subvarian baru yang beredar di AS. “NB.1.8.1 bukan bagian dari ‘sup subvarian’ yang telah kita lihat di AS belakangan ini. Varian baru Omicron berevolusi menjadi lebih mirip satu sama lain, yang mengurangi risiko perubahan besar pada virus,” jelas Shira Doron, MD.

Menurut WHO, risiko kesehatan masyarakat global akibat subvarian ini saat ini tergolong rendah. WHO dan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) terus memantau perkembangan kasus dan dampaknya secara ketat.

Vaksinasi tetap menjadi langkah pencegahan utama, terutama untuk kelompok yang berisiko tinggi mengalami komplikasi. Anda bisa mengakses informasi lebih lanjut melalui situs WHO dan CDC.