PALU, HAWA.ID – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Palu mendesak Wali Kota Palu agar memberikan sanksi berat kepada oknum Satpol-PP yang telah melakukan intimidasi dan kekerasan kepada jurnalis yang sedang meliput jalannya upacara pengibaran bendera peringatan HUT ke-77 RI, di halaman Kantor Wali Kota Palu, Rabu (17/08).
“Kami meminta agar wali kota melakukan proses baik disiplin maupun pidana kepada oknum Satpol-PP yang melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tentang Pers sebagai efek jera,” tegas Koordinator Divisi Advolasi AJI Kota Palu, Agung Sumandjaya, Rabu (17/08).
Ia juga berharap agar wali kota memberikan pemahaman kepada anggota Satpol-PP tentang tugas-tugas jurnalistik dan undang-undang pers..
“AJI Palu meminta masyarakat maupun aparat negara agar menghargai tugas-tugas jurnalistik, khususnya oleh jurnalis perempuan yang rentan mendapat kekerasan,” katanya.
Menurutnya, AJI Palu menganggap tindakan-tindakan intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis dalam menjalankan tugas-tugasnya secara nyata telah melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Sebagaimana diatur dalam Pasal 4, di sana disebut kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Yang dimaksud dalam pasal ini, seperti tertulis pada bagian penjelasan, adalah pers bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin,” jelasnya.
Sanksinya sendiri, lanjut dia, diatur dalam Pasal 18, bahwa siapa saja yang dengan sengaja melakukan tindakan yang mengakibatkan terhambatnya kemerdekaan pers “dipidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta”.
Sikap arogansi oknum Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Palu dipertontonkan saat upacara peringatan HUT ke-77 RI. Korbannya adalah jurnalis wanita yang bekerja di Tribun Palu dan Likein.id.
Jurnalis Tribun Palu bernama Regina Goldie Jolinda Amoreka yang diundang dan ditugaskan redaksi melakukan peliputan dan live streaming di lokasi upacara. Saat itu, Jolinda melaporkan langsung situasi juga jalannya kegiatan upacara.
Kala itu, Jolinda yang tengah berdiri di tempat wartawan diminta meminggir oleh orang sekitar agar tidak membuat kebisingan karena prosesi pengibaran bendera akan dimulai. Jolinda pun meminggir ke sekitar tenda tamu undangan di bagian kiri lapangan.
Di tempat itu, Jolinda kemudian diminta pindah lagi oleh Satpol PP agar tidak membuat kebisingan. Ia pun menuruti dan berpindah ke sekitar tenda Diskominfo Palu.
Saat tengah melaporkan jalannya pengibaran bendera itulah, tiba-tiba salah seorang oknum yang diketahui anggota Satpl PP Kota Palu langsung menarik handphone miliknya dari arah belakang hingga terjatuh ke tanah. Tidak hanya itu, sebelum menarik handphone, bahu wartawan tersebut juga sempat ditarik oknum tersebut.
“Saya sudah meminta izin siaran langsung dan menyalakan ponsel. Saat siaran langsung seorang pria datang merebut ponselku dan menjatuhkan ke jalan,” kata Jolinda terseduh.
Tak sampai di situ, oknum Satpol PP itu merebut lagi ponsel yang baru dipungut Jolinda dari tanah.
“Beberapa pegawai yang melihat kejadian itu membela saya. Orang yang lempar ponsel pun ditarik rekannya menjauh,” tutur Jolinda.
Aksi perampasan handphone ini, sempat membuat korban shock hingga menangis di tempat acara, namun ditenangkan sejumlah pegawai Kominfo. Handphone miliknya yang dibuang pun mengalami lecet-lecet.
Sedangkan oknum Satpol PP tersebut langsung meninggalkan Joldi tanpa sedikitpun berbicara.
Ternyata tidak hanya Jolinda, ada pula jurnalis wanita lainnya yang juga mengalami tindakan intimidasi. Katrin, jurnalis media online Likein.id turut dilarang oknum anggota Satpol PP mengambil gambar.
Padahal posisi Katrin berada di dekat Humas Pemkot dan Kominfo serta satu wartawan tv. Oknum Satpol PP tersebut juga sempat mencolek pundak Katrin dan memintanya untuk mundur dari tempatnya berdiri. Tidak hanya sekali mencolek, namun hingga lima kali sembari menarik tas milik Katrin.***