PALU, HAWA.ID – Hingga saat ini, berbagai pihak terus memperjuangkan kesetaraan gender sebagai salah satu prinsip dasar hak asasi manusia.

Di tempat kerja, bias gender seringkali menjadi hambatan besar yang menghalangi untuk meraih kesempatan yang sama dengan rekan-rekannya pria.

Redaksi Haluan Wanita Indonesia merangkum beberapa Laporan dari organisasi tentang hal tersebut.

1. Kesetaraan Upah dan Kompensasi

Kesenjangan antara dan pria masih menjadi isu yang signifikan di berbagai belahan dunia.

Menurut Laporan Global Wage Report 2020-2021 dari Organisasi Buruh (ILO), secara global hanya menerima sekitar 77% dari laki-laki untuk pekerjaan yang sama.

Kesenjangan ini kian parah di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, menghambat kemajuan perempuan, keluarga mereka, dan ekonomi secara keseluruhan.

Diskriminasi gender, segregasi pekerjaan, dan kurangnya akses perempuan ke peluang yang lebih baik merupakan faktor utama penyebab kesenjangan ini.

Dampaknya tak hanya pada keterbatasan ekonomi, tapi juga melanggengkan kemiskinan, ketidaksetaraan gender, dan menghambat pertumbuhan ekonomi.

Untuk mengatasi masalah ini, berbagai pihak perlu melakukan upaya kolektif. Perusahaan harus menerapkan evaluasi gaji yang transparan dan kebijakan gaji yang adil.

Pemerintah harus memperkuat penegakan hukum anti-diskriminasi gender dan menyediakan akses yang setara bagi perempuan dalam pendidikan, pelatihan, dan promosi. Masyarakat sipil juga perlu terus mendorong kesadaran dan advokasi untuk kesetaraan .

Sumber: International Labour Organization (ILO), “Global Wage Report 2020-2021”, ilo.org

2. Promosi dan Kenaikan Jabatan

Dalam laporan Catalyst.org menekankan realitas pahit bahwa perempuan sering menghadapi hambatan dalam mendapatkan promosi dan kenaikan jabatan di tempat kerja.

Hal ini dipicu oleh bias gender yang tertanam, seperti anggapan keliru bahwa perempuan kurang cakap untuk mengemban tanggung jawab manajerial.

Kondisi ini tak hanya merugikan perempuan secara individu, tapi juga menghambat kemajuan organisasi. Kehilangan talenta perempuan potensial akibat diskriminasi ini dapat menghambat inovasi, kreativitas, dan kinerja perusahaan secara keseluruhan.

Sumber: Why Diversity and Inclusion Matter: Quick Take”, catalyst.org

3. Penghapusan Bias dalam Rekrutmen dan Seleksi

Harvard Business Review, dalam laporannya, mengungkapkan realitas kelam: bias gender juga sering mencemari proses rekrutmen dan seleksi karyawan.

Perekrut cenderung lebih menyukai nama yang terdengar lebih “maskulin” daripada nama yang terdengar lebih “feminin”, meskipun kualifikasinya sama.

Diskriminasi ini tak hanya merugikan individu yang dirugikan, tapi juga menghambat perusahaan dalam mendapatkan talenta terbaik.

Kandidat perempuan yang kompeten mungkin tersingkirkan, mengakibatkan hilangnya peluang inovasi, kreativitas, dan perspektif yang beragam di dalam organisasi.

Sumber: Harvard Business Review, “Research: Do Names Affect Hiring Decisions?”, hbr.org

4. Keseimbangan Kerja dan Kehidupan Pribadi

Dalam laporan World Economic Forum, tuntutan untuk mencapai keseimbangan antara karier dan tanggung jawab rumah tangga menyoroti tantangan yang dihadapi perempuan.

Hal ini dapat menyulitkan partisipasi penuh perempuan di tempat kerja dan pemanfaatan peluang karier yang sama dengan rekan-rekan pria mereka.

Keterbatasan ini tak hanya merugikan perempuan secara individu, tetapi juga menghambat kemajuan organisasi. Kehilangan talenta perempuan yang kompeten akibat beban ganda ini dapat menghambat inovasi, kreativitas, dan kinerja perusahaan secara keseluruhan.

Sumber: World Economic Forum, “The Global Gender Gap Report 2020”, weforum.org

5. Pendidikan dan Pelatihan

United Nations Development Programme (UNDP) menekankan pentingnya investasi dalam pendidikan dan pelatihan sebagai kunci untuk meningkatkan kesempatan karier bagi perempuan.

Memberikan akses yang sama terhadap pengembangan keterampilan dapat membantu mengurangi kesenjangan dalam kemampuan dan kualifikasi antara perempuan dan pria.

Kurangnya akses perempuan terhadap pendidikan dapat menghambat kemajuan mereka di tempat kerja dan membatasi peluang mereka untuk mencapai potensi penuh.

Dampaknya termasuk kesenjangan gaji yang lebih besar, under-representation di posisi kepemimpinan, dan partisipasi yang lebih rendah dalam angkatan kerja secara keseluruhan.

Sumber: United Nations Development Programme (UNDP), “Gender Equality Strategy 2018–2021”, undp.org

Bias gender di tempat kerja merupakan hambatan yang menghambat kemajuan perempuan dan organisasi secara keseluruhan.

Perlu solusi yang komprehensif untuk mencapainya, seperti kebijakan promosi yang objektif, praktik rekrutmen yang adil, dukungan untuk keseimbangan kerja-kehidupan, pendidikan dan pelatihan yang berkualitas, serta pelatihan tentang kesetaraan gender.

Menangkal bias gender bukan hanya tentang kesetaraan gender, tetapi juga tentang membangun masa depan yang lebih cerah bagi semua orang.

Dengan menciptakan lingkungan kerja yang adil dan inklusif, organisasi dapat melibatkan potensi penuh semua karyawannya, mendorong inovasi dan kreativitas, meningkatkan kinerja dan produktivitas, dan memperkuat reputasi merek.

Di era modern yang kompetitif, perusahaan yang mampu merangkul kesetaraan gender akan lebih siap untuk menghadapi tantangan dan mencapai kesuksesan yang berkelanjutan.

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan , Ibu I Gusti Ayu Bintang Darmawati, menekankan inti dari pemberdayaan perempuan.

Ia menegaskan bahwa pemberdayaan bukan hanya tentang memberikan kekuasaan semata, melainkan tentang membuka akses terhadap pengetahuan, keterampilan, dan sumber daya pembangunan lainnya.

“Perempuan berhak mendapat dukungan untuk tumbuh dan berkembang sebagai individu yang mampu menghadapi tantangan zaman,” ujarnya dalam pidatonya di Indonesia Women Leaders Forum (IWLF) 2023.