PALU, HAW.ID – Kasus Kekerasan Berbasis Online () menunjukkan tren peningkatan setiap tahunnya di Indonesia, termasuk di kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng). Fakta yang sangat mengkhawatirkan adalah, menurut laporan dari Komunitas Celebes Bergerak, 90 persen dari kasus yang dilaporkan melibatkan mahasiswa sebagai korban, dengan pelakunya sering kali adalah tenaga pendidik atau alumni kampus.

Mahasiswa menjadi target utama kasus KBGO dengan berbagai motif, salah satunya adalah tawar-menawar nilai mata kuliah yang dilakukan oleh dosen kepada mahasiswa. Sebut saja Putri (nama samaran), seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri di Palu, yang terpaksa tertunda menyelesaikan studinya karena sering menjadi korban KBGO yang dilakukan oleh dosennya.

Putri menceritakan bahwa awalnya ia mengalami KBGO yang dilakukan oleh oknum dosen di kampusnya pada semester empat tahun 2023. Setelah ujian semester, saat menerima Kartu Hasil Semester (KHS), beberapa mata kuliah mendapatkan nilai rendah. Putri kemudian menghubungi dosen mata kuliah tersebut untuk meminta perbaikan nilai, seperti yang biasa dilakukan mahasiswa lain jika ingin memperbaiki nilai ujian semester.

Biasanya, dosen akan memberikan tugas tambahan sehingga nilai bisa diperbaiki, bahkan dari nilai D bisa menjadi B atau A. Namun, Putri terkejut ketika menghubungi salah satu dosen melalui WhatsApp untuk meminta perbaikan nilai, dosen tersebut malah membalas dengan rayuan tidak senonoh. Meskipun merasa tidak nyaman, Putri tetap membalas pesan tersebut agar dosen tidak tersinggung dan ia bisa mendapatkan tugas untuk memperbaiki nilai.

Namun, isi pesan dari oknum dosen semakin membuat Putri tidak nyaman, berisi gambar tak senonoh dan tautan yang mengarah ke situs pornografi. Putri kebingungan harus menanggapi situasi tersebut sementara ia masih berharap bisa memperbaiki nilai ujian semester. Putri tetap berpikiran positif, berharap bahwa pesan dari dosen tersebut hanyalah candaan. Kejadian serupa terulang ketika Putri mencoba menghubungi dosen yang sama untuk memperbaiki nilai, ia justru ditawarkan untuk check-in di sebuah hotel oleh sang dosen.

Akibat kejadian tersebut, Putri memilih untuk tidak lagi menanggapi pesan dari dosen dan memilih untuk tetap dengan nilai mata kuliah yang sudah ada, tanpa berniat untuk memperbaikinya. Pada semester berikutnya, kejadian serupa terulang kembali ketika Putri mencoba untuk memperbaiki nilai dan malah menjadi korban KBGO yang dilakukan oleh oknum dosen lain di kampusnya.

Pada semester enam, Putri akhirnya memutuskan untuk menunda kuliahnya karena merasa traumatik dengan tekanan yang diberikan oleh dosen yang melakukan KBGO terhadap dirinya. Banyak mata kuliah yang tidak mendapatkan nilai yang baik, padahal menurutnya ia sudah menyelesaikan tugas dengan baik dan dapat menyelesaikan ujian dengan baik pula.

Saat ini, Putri memilih untuk bekerja di salah satu pusat perbelanjaan di Kota Palu, dan tidak berniat lagi untuk melanjutkan kuliah di kampusnya. Bahkan, jika harus menyelesaikan kuliah, ia berencana untuk melanjutkan kuliah di kampus lain yang dianggapnya lebih aman dari kasus KBGO.

Novi Onora, Project Officer Komunitas Celebes Bergerak, yang juga merupakan anggota Satgas TPKS Sulteng, mengungkapkan bahwa TPKS Sulteng banyak menangani kasus KBGO yang melibatkan mahasiswa sebagai korban, sementara pelakunya adalah tenaga pendidik atau dosen.

Menurut Novi, motif dari KBGO sering kali adalah rayuan dari dosen melalui telepon atau pesan WhatsApp kepada mahasiswanya, dengan iming-iming bisa memperbaiki nilai mata kuliah. 

Setiap tahun kata dia, kasus KBGO makin meningkat di kampus dengan berbagai motif, dengan korban mahasiswa.

“Ada oknum dosen yang sengaja memberi nilai buruk kepada mahasiswa, ketika mahasiswa menghubungi lewat whatsapp kemudian dirayu agar bisa diajak berkencan dan lain-lain. Sebagai imbalan akan diberikan nilai yang baik,” kata Novi saat Sosialisasi Pemajuan Implementasi Undang-Undang No 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan , disalah satu hotel di Palu, Kamis (7/12/2023).

Selain kasus KBGO yang dilakukan oknum dosen terhadap mahasiswanya, kasus  lain yang pernah diterima oleh TPKS Sulteng adalah oknum alumni yang mengancam akan menyebarkan video hubungan tak senonoh mereka jika pacarnya memutuskan hubungan.

Direktur LBH Apik Sulteng, Nining Rahayu saat Sosialisasi Pemajuan Implementasi Undang-Undang No 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan , disalah satu hotel di Palu, Kamis (7/12/2023).FOTO : KARTINI NAINGGOLAN

Korban tak Melapor Karena Minim Pengetahuan tentang KBGO

Direktur LBH Apik Sulteng, Nining Rahayu menyebutkan bahwa kasus KBGO yang dirilis selama ini jumlahnya bisa lebih besar karena masih ada keenganan korban untuk melapor. Atau karena korban tidak mengetahui kalau tindakan itu bisa dilaporkan karena bisa dikategorikan .

“Banyak kasus KGBO di Sulawesi Tengah tapi tidak dilaporkan, modus paling sering adalah soal video atau foto korban yang disimpan pelaku untuk digunakan mengancam korban. Kebanyakan orang tidak memahami itu adalah bentuk kekerasan,” ujar Nining,

Masyarakat banyak yang minim pengetahuan tentang KBGO, sehingga ketika kasus itu terjadi, mereka tidak tahu harus berbuat apa.

LBH Apik Sulteng kata Nining mengimbau agar masyarakat yang menjadi korban seksual secara online melaporkan ke pihak berwajib atau ke LBH Apik agar bisa mendapatkan pendampingan.

Menurut Nining, upaya yang selama ini dilakukan LBH APIK Sulteng yaitu dengan melibatkan pemetaan aktor kunci di tingkat desa, pelatihan, pembentukan posko paralegal, sosialisasi, penyuluhan hukum, dan kampanye pencegahan Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual (KBGS) dan KBGO dengan melibatkan multi stakeholder.

Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Pembangunan (STIAP) Palu, Nasir Mangngasing

Sementara itu Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Pembangunan (STIAP) Palu,  Nasir Mangngasing mengakui jika kasus KBGO di lingkungan kampus banyak terjadi dan dialami oleh mahasiswa.  Pelakunya tak lain adalah oknum dosen yang seharusnya bisa membimbing dan menjadi panutan.

Kasus KBGO yang dialami mahasiswa kata Nasir berdampak pada phsikologi dan tak jarang mahasiswa yang trauma memutuskan untuk berhenti kuliah karena beban mental yang diamami. Ini tentu sangat merugikan mahasiswa, dan juga orang tua yang sudah mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk membiayai anak mereka menempuh .

“Motifnya itu hanya satu, iming-iming nilai kepada mahasiswa,” kata Nasir 

Olenya itu, untuk meminimalisir terjadinya kasus KBGO kata Nazir, pihaknya sudah membentuk satuan tugas (Satgas) Narkoba, seksual dan di kampus.

Salah satu tugas Satgas ini adalah yang akan mendampingi kasus KBGO yang dialami mahasiswa. Ketika ada ditemukan kasus, satgas ini yang akan mendampingi untuk menyelesaikan kasus tersebut.

“Kita berharap dengan dibentuknya satuan tugas ini, mahasiswa berani melapor jika mengalami kekerasan dan para dosen juga tidak berani melakukan kasus KBGO,” ujarnya.

Hotline Pengaduan dan Buku Saku UU TPKS

Yanti selaku Staf Program Celebes bergerak menegaskan, celebes bergerak berkomitmen dalam upaya pencegahan kekerasan seksual melalui penyediaan hotline pengaduan kasus, kampanye pencegahan KBGS, dan peningkatan kapasitas orang muda dalam penanganan kasus dan pendampingan korban.

Celebes Bergerak terus menggalakan sosialisasi mengenai Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) melalui program Generation Gender (Gen-G) yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan sekitar. 

Program Gen G bertujuan mendorong terciptanya masyarakat yang adil gender dan bebas dari kekerasan bersama dan untuk orang muda, dengan melakukan kampanye, penyadaran, penguatan kapasitas orang muda, advokasi kebijakan di tingkat nasional, serta penguatan organisasi masyarakat sipil dalam koalisi Generation G Indonesia maupun dalam jaringan yang lebih luas.

Sebagai bagian dari kegiatan sosialisasi, Celebes bergerak juga menyediakan berbagai materi cetak dan digital yang dapat diakses oleh warga untuk mempelajari lebih lanjut tentang UU TPKS. Selain itu, terdapat presentasi pelaporan kasus kekerasan seksual yang memberikan gambaran praktis tentang langkah-langkah yang harus diambil ketika menghadapi atau mengetahui adanya tindak kekerasan seksual.

“Kami membagikan buku saku UU TPKS Nomor 12 Tahun 2022 melalui format digital sebagai bahan awal untuk menjadi akses bagi warga untuk mempelajari lebih lanjut tentang UU TPKS” ujar.TINI