JAKARTA, .ID – akan menghapus kelas rawat inap peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Kesehatan. Kelas yang saat ini ditetapkan 1, 2 dan 3 akan menjelma menjadi kelas tunggal.

Adapun kelas tunggal ini disebut sebagai kelas standar atau kelas rawat inap standar (KRIS). Saat ini Dewan Jaminan Nasional (DJSN) sudah memiliki roadmap penerapan kelas tersebut.

“KRIS JKN untuk memenuhi mutu standarisasi layanan dan prinsip ekuitas. Maksudnya, semua orang, peserta, berhak untuk mendapatkan layanan, baik medis dan non medis yang sama,” ujar Anggota DJSN Iene Muliati dalam Raker Komisi IX DPR RI beberapa waktu lalu.

DJSN dan otoritas terkait berencana untuk melakukan uji coba penerapan kelas standar Kesehatan secara bertahap mulai tahun depan. Rencana skema baru itu diperkirakan dilaksanakan sebelum 1 Januari 2023.

Menurutnya, DJSN sudah melakukan konsultasi publik dengan berbagai asosiasi kesehatan untuk perubahan kelas rawat inap JKN tersebut. Setelah melakukan konsultasi beberapa langkah akan mulai dilakukan di tahun ini.

Salah satunya adalah uji coba penerapan kelas standar di beberapa rumah sakit. Rumah Sakit yang dipilih adalah yang dinilai paling siap untuk menerapkan kelas tunggal tersebut.

“Akan dilihat nanti berdasarkan data di Kesehatan dan Kemenkes dan hasil self assessment, apakah pemilihan berdasarkan provinsi atau berdasarkan jumlah beberapa rumah sakit yang menurut kami sudah siap segera implementasikan KRIS JKN (kelas standar),” jelasnya.

Selain iti, DJSN akan menyiapkan infrastruktur di beberapa rumah sakit yang dinilai perlu melakukan penyesuaian. Sebelum nantinya pada 2023 mulai diimpelementasikan dan pada tahun 2024 semua Rumah Sakit sudah menerapkannya.

“Seperti yang disampaikan , di 2023 implementasi bertahap di mulai RSUD dan RS Swasta,” pungkasnya.

Ketua DJSN Tubagus Achmad Choesni saat rapat dengan Komisi IX DPR beberapa bulan lalu, dikutip Senin (6/12/2021) mengatakan konsep kelas standar nantinya hanya akan terdapat dua kelas kepesertaan program, yakni Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan non-PBI.

Segmen peserta Pekerja Penerima (PPU) dan Pekerja Bukan Penerima (PBPU) atau mandiri akan tergolong sebagai non-PBI.

Berdasarkan kelas PBI dan Non PBI itu, ketentuan luas kamar dan jumlah tempat tidur tiap kamar akan berbeda.

Dimana untuk kelas untuk peserta PBI, minimal luas per tempat tidur (dalam meter persegi/m2), sebesar 7,2 meter persegi dengan jumlah maksimal 6 tempat tidur per ruangan.

Sementara di kelas untuk peserta Non PBI, luas per tempat tidur sebesar 10 meter persegi dengan jumlah maksimal 4 tempat tidur per ruangan.

Dalam pelaksanaan kelas standar nantinya, ingin mengajak kerjasama asuransi swasta untuk melakukan sharing benefit atau berbagi keuntungan. Pasalnya kata Tubagus saat ini ada beberapa layanan yang belum bisa dicover oleh BPJS Kesehatan.

Oleh karena itu, kata Tubagus asuransi swasta berperan, agar masyarakat bisa memenuhi pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.

“Ada koordinasi penyelenggaraan jaminan, kalau misalnya teman-teman peserta ingin menambah manfaat dengan asuransi kesehatan tambahan,” jelas Tubagus.

Dihubungi terpisah, Anggota DJSN Muttaqien menjelaskan sampai saat ini pihaknya bersama otoritas terkait masih terus memformulasikan mengenai iuran BPJS Kesehatan jika nanti mulai diterapkan kelas standar.

Saat ditanya apakah tarifnya akan pada kisaran Rp 50.000 sampai Rp 70.000 per bulan, Muttaqien belum bisa memastikan.

“Ini sampai sekarang belum bisa dijawab. Karena masih menunggu finalisasi KDK Kemenkes,” jelas Muttaqien.(CNBC)

 

Sumber : CNBC Indonesia