JAKARTA, HAWA – DPR RI secara resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan (RUU ) menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna yang dipimpin oleh Ketua DPR RI, Maharani, Selasa (4/6).

Pengesahan ini menandai langkah penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak pada periode krusial sejak kehamilan hingga anak berusia dua tahun.

Rapat Paripurna DPR RI berlangsung dinamis dengan diskusi yang cukup intens antara Komisi VIII DPR RI dan pemerintah.

Ketua DPR RI, Maharani, menanyakan persetujuan seluruh anggota dewan, yang kemudian dijawab serempak dengan “Setuju” oleh seluruh anggota yang hadir.

“Apakah RUU Tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak Pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan dapat disahkan menjadi UU?” tanya Maharani.

Persetujuan ini menegaskan komitmen pemerintah dan DPR dalam mendukung masa penting ini.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Diah Pitaloka, menjelaskan bahwa fokus utama RUU adalah kesejahteraan ibu dan anak pada fase seribu hari pertama kehidupan.

“Perubahan fokus pengaturan ini membawa konsekuensi Komisi VIII DPR RI bersama Pemerintah perlu melakukan restrukturisasi materi pengaturan dalam RUU ini agar sinkron dengan peraturan perundang-undangan yang sudah ada dan tidak terjadi pengulangan,” kata Diah dalam Rapat Paripurna tersebut.

Kesepakatan tingkat I untuk RUU terjadi pada 25 Maret 2024, dengan sembilan fraksi di Komisi VIII menyetujui.

Fraksi PKS memberikan catatan agar menambah klausul menimbang dengan Pasal 28B ayat I dan Pasal 34 UUD 1945.

“Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang berkontribusi terhadap penyelesaian pembahasan RUU ini,” tambah Diah.

Pentingnya Fase Seribu Hari Pertama

Fase seribu hari pertama kehidupan, dimulai dari kehamilan hingga anak berusia dua tahun, dikenal sebagai periode emas.

Masa ini sangat krusial karena perkembangan otak dan organ vital berlangsung pesat dan tidak dapat diulang.

Otak anak tumbuh mencapai 80% dari ukuran otak dewasa dengan milyaran koneksi saraf terbentuk, yang menjadi dasar kecerdasan, kemampuan belajar, dan memori.

Pertumbuhan dan perkembangan organ vital seperti jantung, paru-paru, dan sistem pencernaan juga terjadi sangat cepat.

Sistem kekebalan tubuh mulai terbentuk dan belajar melawan infeksi, sementara keterikatan emosional yang aman dan positif antara anak dan orang tua menjadi dasar perkembangan sosial dan emosional yang sehat.

Dampak Jangka Panjang

Pemberian nutrisi dan stimulasi yang optimal selama seribu hari pertama dapat meningkatkan fisik dan mental anak, serta menurunkan risiko penyakit kronis di kemudian hari.

Anak-anak dengan perkembangan otak yang optimal di masa ini biasanya memiliki akademik yang lebih baik dan kehidupan yang lebih produktif dan bahagia di masa depan.

Namun, Indonesia masih menghadapi tantangan seperti kekurangan gizi kronis (stunting) dan mikronutrien.

Kurangnya stimulasi mental, sosial, dan emosional serta akses yang terbatas ke layanan dan pendidikan berkualitas juga menjadi kendala.

Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan intervensi yang tepat seperti memastikan asupan gizi seimbang dan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama, serta melanjutkan dengan makanan pendamping ASI yang tepat hingga usia dua tahun.

Stimulasi otak, sosial, dan emosional melalui bermain, interaksi, dan membaca sangat penting. Layanan antenatal, postnatal, imunisasi lengkap, serta pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak harus diberikan secara berkala.

Peningkatan akses ke layanan kesehatan, pendidikan, dan program stimulasi anak berkualitas juga menjadi prioritas.LIA