, HAWA.ID – Selama kurang lebih 15 tahun penambang pasir di Saojo, Kecamatan Pamona utara merasa dibohongi oleh perusahaan yang menjanjikan akan mempekerjakan mereka ketika perusahaan sudah beroprasi.

Ben Yans Mongan, penambang Saojo mengatakan, perusahaan masuk di Poso tahun 2007. Saat itu mereka dijanjikan akan dipekerjakan jika perusahaan sudah beroprasi tahun 2015. Namun janji itu sampai saat ini tidak ditepati sehingga penambang merasa dibohongi.

“Kami waktu perusahaan masuk di Poso tahun 2007 dijanjikan akan dipekerjakan kalau sudah peroprasi tahun 2015. Tapi sampai sekarang tidak ada kami dipanggil untuk bekerja,” kata Ben, Selasa (13/9/2022).

Menurutnya, ada 60 penambang yang menantikan janji perusahaan untuk bisa dipekerjakan, sebab sejak beroprasi penambang tidak lagi bisa menambang karena lokasi untuk mengambil pasir sudah tidak ada.

Belum lagi kata Ben, kompensasi dari kerugian akibat aktivitas perusahaan belum dibayarkan karena nilai yang ditawarkan sangat kecil, tidak sebanding dengan penghasilan yang diperoleh jika mereka menambang.

“Kami ditawarkan hanya Rp1,5 juta, sementara yang kami minta Rp6 Miliar per tim. Tawaran kami itu sudah diperhitungkan dengan penghasilan yang bisa diperoleh jika menambang,” ujarnya.

Selain tawaran Rp, 1,5 Juta per orang, perusahaan juga menawarkan bantuan kelompok sesuai permintaan, seperti bengkel dan alat-alat pertanian, sementara keahlian kami tidak ada diprofesi yang ditawarkan.

“Kami sampai sekarang belum menerima. Hanya karamba saja yang sudah menerima kompensasi,” kata Ben.

Sementara itu, Kepala Saojo, Harkius Landusa mengatakan ada 37 penambang pasir, 14 karamba, dan 20 pagar Sogili atau Wayamasapi yang terdampak di desa Saojo. Namun 14 karamba telah mendapatkan kompensasi dari perusahaan dengan nilai Rp1,5 juta.

Sementara untuk penambang pasir dan wayamasapi belum menerima karena menolak tawaran dari perusahaan yang nilainnya dianggap terlalu kecil, tidak sebanding dengan penghasilan warga dari dan sogili.

“Kalau penambang minta kompensasi Rp 6 Miliar, sementara pagar sogili sogili Rp 20 juta per pagar. Tapi perusahaan hanya menawarkan Rp 1,5 juta sehingga sampai saat ini belum dibayarkan kompensasinya,” ujarnya.

Harkius mengungkapkan, jika kompensasi sudah dibayarkan, maka penambangan, wayamasapi, maupun karamba sudah tidak akan ada lagi di Saojo, walaupun dalam perjanjian kompensasi tidak ada disebutkan.

Menanggapi hal itu, Manager lingkungan dan CSR PT. Poso , Irma Suryani mengklaim bahwa di Sojo merupakan tebing yang sangat tidak memungkinkan untuk menambang. Namun pihak perusahaan tetap melakukan pendekatan persuasif dalam penyelesaian semua persoalan warga, sehingga tetap memberikan kompensasi. Namun masih ada warga yang tetap berkeras dengan tawaran masing-masing.

“Kami sudah selesaikan semua kompensasi, tapi masih ada yang berkeras dengan tawaran mereka yang diluar logika,” kata Irma, Rabu (14/9/2022).

Sementara berkaitan dengan janji perusahaan untuk mempekerjakan warga, Irma menilai bahwa dalam pekerjaan konstrukis yang membtuhkan banyak tenaga kerja, tentunya pihak perusahaan akan melibatkan warga, apalagi jika ada yang sudah dijanjikan. Namun jika sudah beroprasi yang dibutuhkan sesuai keahlian sehingga tidak bisa direkrut.ECA