JAKARTA, mengumumkan penerapan tarif sebesar 34% pada semua barang impor dari (AS) per tanggal 4 April 2025.

Kebijakan ini mulai berlaku efektif pada 10 April 2025. Langkah ini merupakan respons terhadap kebijakan tarif AS yang meningkat menjadi 54%, termasuk ancaman tambahan tarif 50% jika tidak membatalkan tindakan balasannya.

Tarif AS terhadap impor dari dimulai dengan 10% pada Februari 2025, naik menjadi 20% pada Maret 2025, dan kini mencapai 54% pada April 2025.

Sebelumnya, Cina telah memberlakukan tarif 10-15% pada produk pertanian AS pada Maret 2025. Selain tarif, Cina juga membatasi ekspor tujuh elemen tanah jarang dan menambahkan 11 perusahaan AS ke daftar “entitas yang tidak dapat dipercaya,” yang membatasi aktivitas bisnis mereka di Cina.

memiliki ketergantungan ganda pada perdagangan dengan AS dan Cina. Pada 2024, Cina menyumbang 24% dari total perdagangan , sementara AS menyumbang sekitar 10%. Ekspor Indonesia ke AS meliputi tekstil dan elektronik, sedangkan impor dari Cina mencakup barang modal dan bahan baku. Kontraksi ekonomi di kedua negara berpotensi melemahkan , meningkatkan inflasi, dan mengurangi permintaan ekspor Indonesia.

Tarif AS sebesar 32% pada barang Indonesia, yang diumumkan sebagai bagian dari tarif timbal balik, dapat mengurangi daya saing ekspor Indonesia di pasar AS. Sementara itu, ketergantungan pada komponen impor dari Cina untuk manufaktur Indonesia berisiko meningkatkan biaya produksi. Kontraksi ini juga membuka peluang bagi Indonesia untuk mengisi kekosongan pasar tertentu, seperti produk pertanian atau tekstil, meskipun persaingan dengan negara lain tetap ada.

Eskalasi dagang ini memengaruhi pasar saham global. Indeks S&P 500 turun hampir 5% pada 3 April 2025, sementara pasar saham di Asia, termasuk Shanghai dan Tokyo, mengalami penurunan signifikan pada awal April 2025.