HAWA.ID – Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) merupakan berbagai bentuk kekerasan seperti pelecehan, ancaman, intimidasi, dan penindasan yang dialami seseorang secara online. Hal ini biasa terjadi karena jenis kelamin, identitas gender, atau ekspresi gender mereka.
Kekerasan ini dilakukan dengan penyebaran informasi pribadi yang sensitif tanpa izin, atau mengancam kekerasan fisik atau seksual baik melalui media sosial, platform permainan online, atau forum online lainnya, dan sering kali memiliki dampak yang serius terhadap kesejahteraan psikologis dan emosional korban.
Jurnalis perempuan juga rentan mengalami KBGO baik ketika melakukan aktifitas peliputan di lapangan, bahkan tanpa kita sadari kekerasan ini juga kerap terjadi di news room.
Misalnya KBGO dalam bentuk pelecehan seksual berupa komentar seksual yang tidak diinginkan, pengiriman pesan atau gambar tak senonoh atau vulgar di media sosial baik secara pribadi atau di grup-grup whatsapp.
Hal ini tentu dapat mempengaruhi kondisi mental kita sebagai seorang perempuan.
Penghinaan atau pelecehan karena jenis kelamin juga biasa terjadi di ruang redaksi, perempuan dianggap rendah atau adanya stereotip gender yang menganggap jurnalis perempuan tidak mampu melakukan peliputan-peliputan tertentu karena lemah.
Selain itu KBGO dalam bentuk pencemaran nama baik dengan merusak reputasi seseorang melalui penyebaran informasi palsu sehingga mendiptakan citra buruk seseorang.
Doxxing juga sering dialamai oleh jurnalis perempuan, dimana terjadi praktik membagikan informasi pribadi secara online tanpa izin , seperti alamat rumah, nomor telepon, atau informasi identitas lainnya. Doxxing ini biasa digunakan untuk mengintimidasi atau menyerang pribadi seseorang.
KBGO dapat menghambat partisipasi seseorang yang menjadi korban dalam kegiatan online, seperti berbagi pendapat atau berinteraksi dengan orang lain.
Upaya pencegahan perlu dilakukan melalui pendidikan terkait KBGO, kebijakan, dan dukungan yang memadai dari semua pihak.
Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) mengklasifikasikan bentuk bentuk serangan digital menjadi dua, yakni serangan teknis dan serangan psikologis.
Serangan teknis meliputi phishing, yakni pemancingan melalui pesan berisi tautan berbahaya (malware), penyadapan , yakni menyadap komunikasi kedua belah pihak, kemudian peretasan, dimana dilakukan pengambil alihan aset digital korban.
Ada juga DDoS Attack, yakni membanjiri target dengan bot, Robocall, panggilan dari nomor tidak dikenal yang dilakukan berulang dan SMS Masking, pengiriman pesan atas nama target serangan
Sedangkan serangan psikologis, diantaranya doxing, yakni pengungkapan data-data pribadi target serangan untuk tujuan merusak nama baik atau menjatuhkan kredibilitas. Trolling, penyerbuan pada unggahan target serangan, impersonasi berupa pembuatan akun tiruan target serangan, dan kriminalisasi yakni pemidanaan terhadap target serangan untuk menekan atau meneror
Dari berbagai bentuk serangan digital tersebut berikut ini contoh yang dapat dikategorikan dalam KBGO :
- Flaming : pengiriman spam pesan berisi pelecehan atau penghinaan
- Sextortion : tindakan menyalahgunakan kekuasaan atau mengancam untuk mendapatkan keuntungan seksual
- Image Based Abuse (IBA) : tindakan pengancaman menyebar gambar atau video korban.
- Non Consensual Intimate Image (NCII) : tindakan menyebar konten intim berupa gambar atau video tanpa persetujuan korban.
- Cyber flashing : tindakan mengirim atau merekam gambar dan video alat kelamin dan tindakan seks secara online tanpa persetujuan
Aseanty Pahlevi selaku Kepala Divisi Kesetaraan dan Inklusi dari Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), mengatakan bahwa SAFEnet telah banyak menerima laporan aduan dan membantu kasus KBGO yang dialami dari seluruh Indonesia.
“Dari 1052 laporan kasus mengenai KBGO yang kami terima sampai tahun 2023, diantaranya ada 53 persen kasus mengenai kasus IBA dan korban paling banyak berusia 18 sampai 25 tahun,” ungkap perempuan yang kerap disapa Leavy tersebut.
Korban KBGO sebagian besar adalah perempuan, namun tidak menutup kemungkinan laki-laki juga dapat menjadi korban dan mendapatkan dampak yang serius. Masing-masing korban atau penyintas KBGO mengalami dampak yang berbeda-beda.
Berikut ini hal-hal yang mungkin dialami para korban dan penyintas KBGO
- Kerugian psikologis, korban mengalami depresi, kecemasan, dan ketakutan. Ada juga titik tertentu dimana beberapa korban /penyintas menyatakan pikiran bunuh diri sebagai akibat dari bahaya yang mereka hadapi.
- Keterasingan Sosial, para korban menarik diri dari kehidupan publik, termasuk dengan keluarga dan teman-teman. Hal ini terutama berlaku untuk wanita yang foto dan videonya didistribusikan tanpa persetujuan mereka yang merasa dipermalukan dan diejek di depan umum.
- Kerugian ekonomi, para korban menjadi pengangguran dan kehilangan penghasilan.
- Mobilitas terbatas, para korban kehilangan kemampuan untuk bergerak bebas dan berpartisipasi dalam ruang online atau offline.
Selain dampak pada individu, konsekuensi utama dari kekerasan berbasis gender online adalah penciptaan masyarakat di mana perempuan tidak lagi merasa aman secara online atau offline.
Menurut Internet Governance Forum tentang penyalahgunaan online, Hal ini berkontribusi terhadap budaya seksisme dan misoginis online, serta melanggengkan ketidaksetaraan gender di ranah offline. Pelecehan online dan kekerasan berbasis gender sangat berdampak lebih tinggi pada perempuan karena membatasi kemampuan mereka untuk mendapatkan manfaat dari peluang yang sama secara online yang biasanya didapatkan oleh laki-laki, seperti pekerjaan, promosi dan ekspresi diri.
Strategi dasar yang dapat kita lakukan untuk menghindari KBGO adalah dengan mengurangi jejak digital, melindungi aset dan identitas pribadi, serta memilih program atau aplikasi yang aman untuk digunakan.
Jika kita telah menjadi korban dari KBGO, maka apa yang sebaiknya kita lakukan?
Pertama, dokumentasikan segala bentuk ancaman atau konten. Usahakan dokumentasi dibuat dengan kronologis agar memudahkan proses pelaporan.
Kedua, memutuskan komunikasi dengan pelaku dan mintalah bantuan dari orang sekitar atau melapor pada tenaga profesional.
“Hal lain yang penting untuk diperhatikan juga adalah, apa yang kita lakukan sebagai seseorang yang mendampingi korban. Kita harus berusaha mengerti apa yang diinginkan oleh korban,” ucap Leavy.
“Semua tindakan yang akan diambil harus dengan persetujuan Korban. Misal, apakah mereka ingin sekedar menghapus konten yang tersebar atau ingin memproses secara hukum dan lain sebagainya,” tambahnya lagi.
SAFEnet lanjutnya, menyediakan layanan aduan yang bisa menangani kasus KBGO pada laman https://aduan.safenet.or.id/. Sementara layanan lainnya juga bisa diakses di Komnas Perempuan juga menyediakan saluran khusus pengaduan melalui telepon di 021-3903963 atau melalui surel ke mail@komnasperempuan.go.id.LIA