PALU, .ID – Di balik perayaan HUT Provinsi Sulawesi Tengah, yang tahun ini telah memasuki 60 tahun, masalah kemiskinan masih menjadi sesuatu yang butuh penanganan dan perhatian semua pihak, terutama bagi Provinsi Sulawesi Tengah.

Ketua Fraksi Provinsi Sulawesi Tengah, Hj Jumatul Rofi’ah, S.Ag, MH dalam siaran persnya mengatakan, masih banyak agenda yang menjadi pekerjaan rumah bagi Gubernur Sulawesi Tengah saat ini. salah satu yang paling urgen adalah, dibutuhkan inovasi yang lebih agresif lagi dalam rangka penanggulangan masalah kemiskinan.

“Sebelumnya kami menyampaikan mohon maaf lahir dan batin, serta Dirgahayu Sulawesi Tengah yang tahun ini sudah memasuki usia 60 tahun. Momen HUT ini, hendaknya menjadi momen bagi kita semua, untuk mengevaluasi kinerja dan pengabdian kita untuk provinsi yang kita cintai ini,”katanya, Kamis (18 April 2024).

Data yang dirilis BPN, menunjukkan bahwa angka kemiskinan di sejak 2021-2022 dan 2023 mengalami pasang surut. Pada 2021, tercatat 404,44, lalu kemudian 2022 turun menjadi 388,36 dan pada 2023, kembali naik menjadi 395,66.

“Kita bicara data yang tentu saja berdasarkan fakta. Kondisi ini, sebenarnya agak miris ya, jika dibandingkan dengan angka pertumbuhan yang sudah dua digit, tetapi ternyata tidak memberikan dampak signifikan dalam menekan jumlah penduduk miskinnya,”kata Bunda Wiwik, sapaan akrabnya.

Yang juga menjadi sorotan Bunda Wiwik adalah, masih angka kemiskinan ekstrim di Sulawesi Tengah, yang masih di angka rata-rata nasional, atau masih di atas angka 3 persen.

Apa itu penduduk miskin ekstrim? Menurut Bunda Wiwik, mengutip definisi dari Dunia, disebutkan bahwa yang dimaksud penduduk miskin ekstrem adalah penduduk yang memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari hari tidak lebih dari USD 1,9 PPP (Purchasing Power Parity), atau setara dengan Rp10.739 perorang perhari atau Rp322.170 perorang perbulan.

“yang juga menjadi sorotan kami, adalah perlunya upaya yang lebih baik lagi, dalam rangka Perbaikan mutu dan peningkatan anggaran untuk program penanggulangan kemiskinan dan program kesejahteraan masyarakat yang berkepanjangan, bukan dalam bentuk yang pragmatis tapi tidak mendidik, misalnya bagi-bagi sembako, apalagi mendekati momen atau Pilkada,”tandasnya.*/LIA