PALU, HAWA.ID – Advokat Agus Salim meminta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tengah segera membentuk panitia khusus (Pansus) guna menyikapi segala permasalahan pengelolaan sumber daya alam (SDA) izin dan kewenangannya oleh pemerintah pusat, hal ini demi kedaulatan daerah.
“Tolong anggota dewan ke Jakarta tidak usah lagi bicara kewenangan, tapi bicara hak. Kalau hak dijamin konstitusi,” kata advokat rakyat Agus Salim dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sulteng saat pertemuan bersama anggota DPRD dalam solidaritas buruh PT GNI Morowali Utara, di Gedung DPRD Sulteng, Jalan Sam Ratulangi, Kota Palu, Selasa (24/1).
Olehnya menurutnya DPRD Sulteng segera membentuk Pansus untuk kedaulatan otonomi daerah Sulteng.
Hal tersebut diamini oleh anggota DPRD Sulteng Moh Nur Dg Rahmatu. Ia meminta kepada Wakil Ketua Komisi III Zainal Abidin Ishak, bila nanti pada pertemuan dengan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Republik Indonesia, Bahlil Lahadalia, meminta ketegasan.
Sebagaimana diketahui dalam waktu dekat ini, anggota DPRD Sulteng akan bertandang ke Jakarta guna menemui Kementerian, dan pihak terkait soal tata kelola sumber daya alam (SDA) utamanya pertambangan.
Ia pun tiga pekan lalu saat di Jakarta, sempat bertemu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman RI Luhut Binsar Panjaitan dan berdebat. Usai Luhut menyampaikan pidato bahwa pertumbuhan ekonomi Sulteng 11,8 persen.
“Hal itu langsung dibantahnya bahwa pertumbuhan 11,8 persen itu tidak ada di Sulteng apalagi di Morowali,”ucapnya.
Sementara Wakil Ketua Komisi III DPRD Sulteng Zainal Abidin Ishak mengatakan bahwa semua pihak sudah turun dalam pasca rusuh di PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) seperti kepolisian, Kemenaker, Komisi III DPR RI, sekarang tinggal mengawal apakah benar suasana di PT GNI sudah kondusif dan tuntutan disampaikan Serikat Pekerja Nasional (SPN) Morowali sudah dipenuhi oleh Perusahaan.
Sementara Aceng Lahay pertanyakan dana reklamasi sejak 2010 dikemenakan dan pembuangan limbah B3 perusahaan dan berapa jumlah perusahaan tambang beroperasi diwilayah Morut dan Morowali.
Dalam pertemuan selain menyuarakan masalah pertambangan di Morowali Utara , masa aksi juga mempertanyakan tindak lanjut dari pembayaran lahan seluas 15.190 M2 dengan harga Rp25 ribu permeter, sehingga bila ditotal Rp379.750 juta untuk pembangunan penyintas Layana.
“Sampai sekarang dana sebesar itu belum terkumpul,” tutup Koordinator Huntara Layana Asiz.
Pada pertemuan tersebut turut dihadiri anggota DPR Sulteng lainnya seperti Ambo Dalle, I Nyoman Slamet, Muhaimin Yunus Hadi, HB Toripalu.MAL