PALU, HAWA.ID – “Ini sangat jauh beda dengan swasta lainnya, contohnya PT IMIP. Mereka hanya diberi 2.000 Ha untuk bangun smelter tapi serapan tenaga kerjanya di atas 20.000 orang. Hal ini nampak jelas bahwa perusahaan ini tidak membawa misi penekanan angka pengangguran, jadi tidak layak untuk dipertahankan,” tutur Ikram.
Lebih lanjut, Ikram menguraikan tingkat produksi nikel PT Vale Indonesia kian menyusut.
Perusahaan tersebut hanya mampu memproduksi nikel sejumlah 13.827 ton pada kuartal I-2022, atau turun 9 persen dibandingkan periode sama tahun 2021 sebesar 15.198 ton.
Sementara salah satu pengembang smelter, yakni PT IMIP mampu memproduksi nikel sejumlah 240.000 ton setiap tahunnya.
“Jika dilihat produksi nikel perusahaan ini setiap tahunnya yang mengalami penyusutan, pemerintah seharusnya tidak lagi memiliki pertimbangan untuk memperpanjang Kontrak Karya perusahaan tersebut.”
“Ini sangat mubazir, di beberapa smelter tingkat produksinya sudah mencapai 240.000 ton setiap tahunnya.”
“Kami khawatir penguasaan wilayah cadangan nikel PT Vale Indonesia ke depan justru mengganggu target pemerintah dalam hilirisasi nikel,” ucap Ikram.
Ikram kembali meminta pemerintah untuk tidak memperpanjang kontrak karya PT Vale Indonesia, dan menyarankan untuk menyerahkan wilayah konsesi IUP Kontrak Karya perusahaan tersebut kepada daerah atau pihak swasta yang mempunyai komitmen tinggi dalam sukses hilirisasi nikel dalam negeri
“Untuk itu, kami meminta pemerintah tidak memperpanjang kontrak karya PT Vale Indonesia.”
“Selanjutnya, dalam semangat hilirisasi, kami menyarankan pemerintah untuk menyerahkan wilayah konsesi IUP Kontrak Karya PT Vale Indonesia kepada daerah atau swasta yang mempunyai komitmen tinggi dalam sukses hilirasi nikel dalam negeri,” tutupnya.TBN