POSO, HAWA.ID – PT. Poso Energy mengabaikan tangungjawabnya terhadap 31 petani Desa Saluopa, kecamatan Pamona Puselemba yang mengalami kerugian akibat aktivitas uji coba pintu air PLTA Poso I.
31 petani desa Saluaopa tidak mendapatkan ganti rugi setelah lahan pertanian mereka terendam air selama kurang lebih 3 tahun pasca uji coba pintu air tersebut.
Yosafat Tabasase, petani jagung desa Saloapa menuturkan, dia bersama 30 petani lainnya tidak mendapatkan ganti rugi karena lahan terendam air seperti yang didapatkan petani lain yang ada di sekitar danau Poso.
“Tahun 2018 saya menggadaikan sertifikat rumah dan kebun sebagai jaminan pinjaman uang di Bank. Uang itu saya gunakan untuk biaya produksi. Baru setegah dari pinjaman bisa saya kembalikan. Kemudian saya gagal panen karena lahan terendm air dan saat ini sisanya belum bisa saya bayar. Untuk mendapatkan penghasilan tambahan saya terpaksa menjadi buruh harian di lahan orang lain. Lahan pertanian saya sekarang tidak bisa ditanami selama air danau tidak surut,” ujarnya.
Menurut Yosafat, pihak perusahaan PT. Poso Energy tidak mengakui jika lahan pertanian milik 31 petani di Saloapa terampak akibat uji coba pintu air, sehingga diklaim tidak berhap mendapatkan ganti rugi. Padahal sejak uji coba pada 2019 lalu, kurang lebih 30 hektar lahan pertanian warga ikut terendam air seperti yang terjadi di lahan pertanian milik warga lain di sekitaran danau Poso yang telah menerima ganti rugi.
“Kami sudah beberapa kali berjuang agar bisa mendapatkan ganti rugi. Bahkan kami melakukan Mengilu yang merupakan ritual adat untuk menyampaikan keluhan warga tertnidas akibat aktivitas perusahaan. Saya sampai ikut unjuk rasa ke Poso dan ke Palu menghadap Gubernur, tapi sampai sekarang tidak ditanggapi. Bahkan saat kami hendak menghadap Gubernur Rusdy Mastura, kami malah tidak dihiraukan dan pak Gubernur meninggalkan kami,” kata Yosafat.
Yosafat menuturkan bahwa petani di Desa Saluopa bawah tidak lagi bisa menanam jagung seperti yang dilakukan sebelum uji coba pintu air, padahal jika melihat siklus pasang surut air danau, bulan September usah menanam. Tapi aktivitas pertanian itu tidak dapat dilakukan karena air terus menggenangi lahan pertanian.
Karena mata pencarian dari menanam jagung sudah tidak ada lagi, anaknya yang saat ini kuliah semester 8 di Universitas Tadulako (Untad) Palu terancam putus kuliah karena tidak mampu membayar uang semester. Belum lagi hutang di Bank yang sampai saat ini belum bisa dilunasi dan meminta pihak Bank untuk diberikan keringanan.
“Ini sudah bulannya untuk menanam, tapi kami tidak berani menanam karena trauma akan gagal panen seperti yang pernah terjadi beberapa tahun lalu. PT Poso Energy tidak bertanggung jawab kepada kami, padahal kami juga menjadi korban karena aktivitas perusahaan,” ujarnya.
Petani desa Salopa yang kecewa dengan pihak perusahaan maupun pemerintah hanya berhadap bantuan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk memerjuangkan nasib mereka.ECA