, HAWA – Sidang peradilan digelar di Banua Oge , Sulawesi Tengah, pada Kamis, 10 April 2025. Sidang ini menangani kasus dugaan ujaran kebencian oleh Muhamad Fuad Riyadi, atau Fuad Plered, terhadap Guru Tua, ulama sekaligus pendiri Lembaga Pendidikan .

Sidang bernama Libu Potangara Nu Ada ini diadakan oleh Dewan Majelis Adat Kota Patanggota Ngata bersama Badan Musyawarah Adat Sulawesi Tengah dan Pengurus Besar .

Kasus dipicu unggahan Fuad Plered di pada 22 Maret 2025 pukul 20:49 WITA. Dalam video itu, ia menyebut Guru Tua dengan kata “Monyet” dan “Pengkhianat”.

Laporan diajukan oleh Ketua Komisaris Wilayah Sulawesi Tengah. Ucapan Fuad dianggap melanggar norma adat Salambivi dan Salakana dalam Kaili.

Sidang ini merujuk pada Pasal 18 B, Pasal 28, dan Pasal 32 UUD 1945, UU No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, serta Pergub No. 42 Tahun 2013 tentang Peradilan Adat Sulawesi Tengah.

Sanksi adat yang ditetapkan untuk Fuad Plered adalah Givu Mbaso atau hukuman berat dalam tradisi Kaili. Hukuman ini mencakup denda berupa lima ekor besar (Lima Mba Bengga Pomava Sambei Tambolo), lima lembar kain kafan putih (Lima Nggayu Gandisi Posompu), lima dulang adat tempat kepala (Alima Dulu Nu Ada Potande Balengga), dan lima bilah parang adat (Alima Mata Guma).

Selain itu, Fuad harus menyediakan lima mangkok putih (Lima Ntonga Tubu Bula), lima piring putih bermotif daun kelor (Lima Ntonga Pingga Bula Tava Kelo), serta uang sedekah sebanyak 99 real dikalikan lima, atau sekitar Rp2.236.905 dalam bentuk tunai.

Jika denda tidak dipenuhi, hukuman bisa meningkat menjadi Nakaputu Tambolo atau “Putus Leher”.

Sidang ini didukung masyarakat yang menghormati Guru Tua atas jasanya di bidang pendidikan dan dakwah. Belum ada pernyataan resmi dari Fuad Plered terkait putusan ini.LIA