Palu – Sekretariat DPRD Provinsi Sulawesi Tengah melalui Bagian Persidangan dan Perundang-undangan menggelar rapat kerja (raker) untuk membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pelindungan dan Pelestarian Cagar Budaya, Kamis (9/10/2025).

Kegiatan yang berlangsung di Ruang Baruga Langai 3, Gedung B DPRD Sulteng itu menghadirkan tenaga ahli DPRD, akademisi, serta sejumlah perwakilan instansi teknis terkait.

Rapat dipimpin oleh Tenaga Ahli DPRD Sulteng, Dr. Asri Lasatu, S.H., M.H, dan dihadiri oleh tenaga ahli pimpinan, TA Badan Anggaran (Banggar), TA Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda), serta perwakilan dari berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD), antara lain Biro Hukum, Bappeda, Dinas Pariwisata, Dinas Kebudayaan, Dinas Pendidikan, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, serta Dinas Cipta Karya dan SDA. Hadir pula Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah dan perwakilan Fakultas Ekonomi sebagai unsur akademisi.

Rapat kerja tersebut merupakan tindak lanjut dari pembahasan sebelumnya yang menelaah draft awal Ranperda. Dalam arahannya, pimpinan rapat menekankan pentingnya forum ini sebagai ruang untuk menampung masukan, koreksi, dan penyempurnaan materi sebelum dibahas secara resmi bersama anggota DPRD dan pemerintah daerah.

“Hari ini kita berharap semua peserta sudah siap dengan berbagai masukan, baik yang bersifat menambah, mengurangi, maupun memperjelas norma-norma yang ada dalam draft Ranperda,” ujar Dr. Asri Lasatu.

Beberapa masukan substansial muncul dalam rapat tersebut. Dinas Pariwisata, misalnya, menyoroti perlunya kejelasan zonasi cagar budaya—meliputi zona inti, penyangga, pengembangan, dan penunjang—agar kegiatan wisata tetap berada dalam koridor pelindungan budaya.

Masukan lainnya datang dari peserta yang menilai perlu ada penyederhanaan asas dan penambahan unsur kepastian hukum dalam ruang lingkup Ranperda, agar selaras dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Sementara itu, Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah mengusulkan penyesuaian judul menjadi Ranperda tentang Pengelolaan dan Pelestarian Cagar Budaya, dengan pertimbangan bahwa pelindungan merupakan bagian dari proses pelestarian yang lebih luas.

Tenaga ahli dan akademisi juga menekankan pentingnya konsistensi istilah hukum dan sistematika penulisan sesuai kaidah penyusunan peraturan perundang-undangan. Selain itu, hal-hal teknis seperti penentuan zonasi disarankan untuk diatur lebih lanjut melalui Peraturan Gubernur agar lebih fleksibel dan adaptif terhadap dinamika daerah.

Rapat kerja ini menjadi tahapan penting sebelum Ranperda masuk ke tahap pembahasan bersama Panitia Khusus (Pansus) DPRD dan Pemerintah Daerah. Diharapkan, hasil raker dapat memperkuat substansi regulasi sehingga pelindungan dan pelestarian cagar budaya di Sulawesi Tengah memiliki dasar hukum yang lebih kuat, implementatif, dan berkelanjutan.LIA