JAKARTA, HAWA.ID – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) secara tegas menolak penyelenggaraan Anugerah Dewan Pers (ADP) 2025 yang dijadwalkan berlangsung pada Rabu, 10 Desember 2025, di Balai Kota Jakarta. Penolakan ini disampaikan karena AJI menilai ADP tahun ini digelar tanpa transparansi, dilakukan secara tertutup, serta tidak melibatkan 11 lembaga konstituen Dewan Pers sebagaimana mekanisme yang telah berjalan sejak penghargaan itu diperkenalkan.
ADP mulai diselenggarakan pada 2021 dan selama empat tahun terakhir dikenal sebagai penghargaan yang diberikan kepada jurnalis, perusahaan pers, lembaga pendukung kemerdekaan pers, hingga tokoh masyarakat. Prosesnya bersifat partisipatif karena melibatkan 11 lembaga konstituen Dewan Pers, yaitu AJI, AMSI, ATVSI, PRSSNI, IJTI, PFI, PWI, ATVLI, SMSI, JMSI, dan SPS. Setiap lembaga biasanya mengusulkan nominasi di berbagai kategori, yang kemudian dinilai oleh tim juri yang juga dibentuk dari perwakilan lembaga-lembaga tersebut. Pola ini, kata AJI, menjaga kredibilitas ADP sebagai penghargaan yang berintegritas, seperti terlihat pada penyelenggaraan tahun 2024.
Namun AJI menilai penyelenggaraan ADP 2025 mengalami penyimpangan serius. Tidak ada lagi penghargaan untuk jurnalis maupun perusahaan pers, dengan alasan kondisi industri media yang disebut sedang “tidak baik-baik saja”. AJI menilai alasan itu tidak masuk akal, karena justru di masa sulit, jurnalis dan media membutuhkan dukungan moral melalui penghargaan yang kredibel dan independen.
Selain itu, AJI mengungkap bahwa tidak ada proses nominasi, tidak ada tim juri, serta tidak ada pelibatan lembaga konstituen Dewan Pers. Informasi mengenai penyelenggaraan ADP tahun ini bahkan baru mereka ketahui secara tiba-tiba tanpa proses awal yang jelas. “Kami tidak tahu bagaimana proses awalnya. Tiba-tiba sudah mendapat informasi ADP 2025 akan diselenggarakan Desember ini,” ujar Ketua Umum AJI Indonesia, Nany Afrida.
AJI juga mendengar kabar bahwa ADP 2025 hanya akan memberikan penghargaan kepada satu tokoh nasional, tanpa memberikan penghargaan apa pun kepada jurnalis atau media. Kondisi ini, kata AJI, berpotensi merusak reputasi ADP yang selama ini dijaga melalui proses berintegritas. Sekjen AJI Indonesia, Bayu Wardhana, menegaskan bahwa ADP yang dilakukan secara tertutup akan menimbulkan kecurigaan publik bahwa penghargaan tersebut dapat memiliki motif imbal balik layaknya sejumlah penghargaan berbayar. “Kita mesti menjaga integritas Anugerah Dewan Pers. Jangan sampai masyarakat tidak percaya lagi kepada Dewan Pers karena proses yang tidak transparan,” ujarnya.
AJI kemudian menyampaikan sejumlah desakan kepada pihak terkait. Organisasi tersebut meminta Dewan Pers membatalkan penyelenggaraan ADP 2025 dan mengembalikan prosesnya seperti semula yang transparan dan partisipatif. AJI juga mendorong Dewan Pers agar memprioritaskan pemulihan akses dan sarana kerja jurnalis di tiga provinsi yang terdampak banjir besar, yakni Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat. Menurut AJI, dalam situasi bencana, pembatalan ADP lebih menunjukkan empati terhadap kondisi jurnalis dan media yang kesulitan di lapangan.
Selain itu, AJI meminta Gubernur DKI Jakarta membatalkan penggunaan Balai Kota sebagai lokasi pelaksanaan ADP 2025 karena menilai dukungan pemerintah provinsi tidak tepat mengingat proses acara yang dinilai tidak transparan. AJI juga mengajak 11 lembaga konstituen Dewan Pers untuk duduk bersama menyelamatkan integritas ADP agar tetap menjadi penghargaan yang independen dan dipercaya publik.
Pernyataan resmi AJI ditutup dengan tanda tangan Ketua Umum AJI Indonesia, Nany Afrida, serta Sekretaris Jenderal AJI Indonesia, Bayu Wardhana, pada 7 Desember 2025.LIA