JAKARTA, HAWA – Hemodialisa atau cuci darah kini tidak hanya menjadi kebutuhan lansia, tetapi juga anak-anak.

Tren ini meningkat, terutama sebagai komplikasi dari penyakit yang kini banyak menyerang generasi muda. Jajanan tidak sehat disebut-sebut sebagai salah satu penyebab utama peningkatan resiko ini.

menjadi masalah kesehatan serius yang berpotensi menyebabkan kematian jika tidak ditangani dengan baik.

Data Ikatan Dokter Anak (IDAI) menunjukkan, prevalensi melitus tipe-1 pada anak di bawah 18 tahun di melonjak 70 kali lipat dari tahun 2010 hingga 2023.

Menurut International Diabetes Federation, pada 2021 menempati posisi pertama di Asia Tenggara dengan jumlah penderita diabetes tipe-1 terbanyak, mencapai 41,8 ribu jiwa.

Fenomena ini mencuat di setelah akun @unmag**** memvalidasi kutipan tentang banyaknya anak-anak yang menjalani cuci darah di .

“Asli syok banget di RSCM banyak bocil-bocil kirain berobat apaan ternyata pada cuci darah,” tulis akun tersebut.

Menanggapi hal ini, dr. Andi Khomeini Takdir, atau yang akrab disapa Dr. Koko, menyebut kejadian serupa tidak hanya terjadi di RSCM, tetapi juga di berbagai daerah.

“Sebenarnya bukan hanya di RSCM saja kejadian seperti itu. Di berbagai daerah juga bertambah. Sebagian gak kesorot, sebagian lain gak ketolong,” tulisnya di akun X pribadinya.

Dr. Koko juga menyoroti pentingnya ketersediaan fasilitas cuci darah yang memadai di berbagai kabupaten dan kota.

“Di satu sisi kita perlu agar fasilitas cuci darah tersedia, berfungsi, dan siap melayani di kabupaten-kota. Ada pasien yang sampai harus pindah kabupaten, kadang pindah propinsi agar bisa hemodialisis,” jelasnya.

Namun, menurut Founder, Chairman JDN Indonesia ini, yang lebih penting adalah pencegahan sejak dini.

“Di sisi lain kita perlu balik lagi ke root-nya. Terlalu banyak jajanan gak sehat (ini satu faktor penyebab) yang bisa diubah dengan memasak dan membekali anak-anak dengan makanan sehat dari rumah,” tambahnya.

Ia juga menekankan pentingnya upaya pencegahan sebelum terlambat.

“Cegah sebelum terlambat. Karena jika sudah kejadian, baik anak-anak itu, keluarganya, sampai di sisi sebagai penyedia layanan kesehatan pun situasinya sudah tidak lagi mudah,” ujarnya.

Dr. Koko mengungkapkan bahwa langkah pencegahan paling efektif adalah dengan mengedukasi anak-anak agar tidak mengonsumsi makanan manis berlebihan, lebih aktif bergerak, dan menghindari obesitas.

“Upaya paling murah untuk menekan persoalan ini: Anak-anak jangan dibiarkan jadi penggemar makanan manis, jangan malas gerak, dan jangan jadi gendut,” tutupnya.*/LIA