BANGKOK, HAWA — Konflik Thailand-Kamboja pada 24 Juli 2025 menewaskan 12 orang di Thailand, termasuk seorang anak berusia 8 tahun. Bentrokan terjadi di sekitar kuil Ta Muen Thom, wilayah perbatasan yang disengketakan kedua negara.

Bentrokan bermula pada pagi hari, saat artileri berat Kamboja menyerang markas militer dan permukiman sipil di Provinsi Sisaket. Serangan ini menyebabkan 6 warga sipil tewas, termasuk anak tersebut. Selain itu, dua korban meninggal tercatat di Surin dan satu di Ubon Ratchathani.

Thailand membalas dengan serangan udara menggunakan jet tempur F-16 yang menyasar target militer di Kamboja. Serangan itu menewaskan 1 tentara Thailand dan melukai 7 lainnya. Total korban luka di Thailand mencapai 31 orang, termasuk 24 warga sipil.

Thailand menutup seluruh jalur darat ke Kamboja setelah seorang prajurit kehilangan kaki akibat ranjau pada 23 Juli. Pemerintah menuduh Kamboja melanggar Konvensi Ottawa karena memasang ranjau anti-personel.

“Serangan artileri Kamboja menargetkan wilayah sipil termasuk rumah sakit dan SPBU. Serangan berlangsung sejak pagi hingga siang hari,” pernyataan Kementerian Luar Negeri Thailand pada Kamis.

Sementara itu, Perdana Menteri Sementara Thailand, Phumtham Wechayachai, menegaskan tidak akan melakukan negosiasi selama pertempuran berlangsung. Thailand juga menarik duta besarnya dari Phnom Penh.

Sebaliknya, Perdana Menteri Kamboja, Hun Manet, menyebut Thailand melakukan serangan terencana dan tanpa provokasi di beberapa lokasi, termasuk wilayah Tamoan Thom dan Ta Krabei. Kamboja meminta Sidang Majelis Keamanan PBB segera mengadakan pertemuan darurat.

Kementerian Pertahanan Kamboja menyatakan Thailand memulai konflik pada pukul 06.30 dengan memasang kawat berduri dan mengerahkan drone di sekitar kuil.

Kedua negara saling menuduh melanggar hukum internasional. Sengketa ini berakar pada perjanjian wilayah sejak awal abad ke-20. Pada Juni 2025, Kamboja telah membawa persoalan ini ke Pengadilan Internasional.LIA