JAKARTA, HAWA – Lebih dari 4.000 warga negara Indonesia (WNI) di Amerika Serikat (AS) masuk dalam daftar final order removal atau perintah akhir pemindahan.
Mereka dilaporkan tidak memiliki izin legal untuk tinggal dan terancam dideportasi.
Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, menjelaskan bahwa 4.276 WNI masuk dalam daftar tersebut karena berbagai alasan, termasuk tidak memiliki dokumen imigrasi yang sah, pelanggaran imigrasi, dan catatan kriminal.
Mereka merupakan bagian dari total 1,4 juta orang yang masuk daftar deportasi.
Judha mencontohkan kasus WNI berinisial BK di New York, yang ditangkap pada akhir Januari 2025 saat melapor tahunan ke kantor Immigration and Customs Enforcement (ICE).
BK diketahui telah masuk daftar deportasi sejak 2009. Kasus lain melibatkan WNI berinisial TRN yang ditahan di Atlanta, Georgia, pada 29 Januari.
“Saat ini hanya dua WNI yang kami dapat informasi ditahan. Kami akan terus monitor,” kata Judha kepada media di Jakarta, Kamis (13/2).
Judha mengimbau para WNI yang masuk daftar deportasi untuk segera melapor ke perwakilan diplomatik Indonesia di AS agar mendapatkan pendampingan hukum.
Ia juga mengingatkan mereka untuk memahami hak-hak mereka sesuai hukum yang berlaku di AS.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Imigrasi, Yusril Ihza Mahendra, menyinggung rencana Presiden AS Donald Trump untuk melakukan deportasi besar-besaran terhadap para imigran.
“Oleh karena itu, kita harus bertindak melindungi warga negara kita yang ada di luar negeri. Saya kira itu normalnya kita akan lakukan,” kata Yusril, dikutip dari detikcom.
Pemerintah Indonesia telah merespons dengan berencana membentuk tim khusus untuk mengantisipasi dampak kebijakan tersebut.
Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, menyatakan bahwa kementeriannya akan bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri untuk memastikan perlindungan bagi WNI yang terdampak.
Pengamat hubungan internasional, Hikmahanto Juwana, menilai bahwa pemerintah Indonesia perlu memastikan akomodasi bagi WNI jika deportasi benar-benar dilakukan.
“Siapa tahu mereka tidak punya uang. Kalau mereka tidak punya uang, ya kita bisa pick up mereka dalam satu pesawat untuk kembali ke Indonesia,” ujar Hikmahanto dikutip dari BBC News Indonesia, Jumat (14/2).
Hikmahanto menambahkan bahwa kebijakan imigrasi AS cenderung berubah tergantung pada pemerintahan yang berkuasa.
Ia menilai pemerintahan Trump lebih tegas dalam menindak para imigran dibanding pemerintahan Joe Biden sebelumnya.*/LIA