SIGI, HAWA.ID – Banyak sekali kasus pernikahan anak yang terjadi di Sulawesi Tengah khususnya di kabupaten Sigi. Berdasarkan data, terhitung sekitar 25 Kasus pernikahan anak dikabupaten sigi yang masuk daftar laporan ke KPKPST direntang waktu 8 bulan terakhir.
Hal ini merupakan angka yang terbilang cukup besar mengingat pemerintah Indonesia melalui Peraturan Perundang-undangannya telah menegaskan bahwa pernikahan itu hanya bisa dilakukan seseorang yang sudah berusia 19 Tahun keatas. Batas umur menikah ini merupakan salah satu upaya menekan perkawinan anak.
Berdasarkan data Susenas tahun 2022, Sulawesi tengah menempati peringakat tertinggi kelima se-Indonesia untuk kasus perkawinan anak dengan presentase sebesar 12,65%.
Sudah tegas di dalam Pasal 7 ayat 1 UU No 16 Tahun 2019 Tentang perubahan atas UU no 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Anak, menyatakan bahwa “Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun. Serta pada Pasal 1 ayat 7 Permen PPPA No 2 Tahun 2022, “Kekerasan Terhadap Anak (KTA) adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fiski, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.
Lebih tegas lagi dijabarkan pada pasal 10 ayat 1 dan 2 pasal UU No 12 tahun 2022 Tindak Pidana Kekerasan Seksual, bahwa “Setiap orang secara melawan hukum memaksa, menempatkan seseorang di bawah kekuasaanya atau orang lain, atau menyalahgunakan kekuasaanya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perkawinan dengannya atau dengan orang lain, dipidana karena pemaksaan pernikahan, dengan pidana penjara paling lama 9 (Sembilan) tahun dan/atau pdana denda paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Ayat 2 “termasuk pemaksaan perkawinan: a) Perkawinan anak, b) Pemaksaan perkawinan dengan mengatasnamakan praktik budaya c) Pemaksaan perkawinan korban dengan pelaku pemerkosaan.
Berdasarkan informasi dari BKKBN bahwa, Pertama, anak menikah dibahah umur 19 tahun organ reproduksinya belum siap terutama bagi anak perempuan. Kedua, usia psikologis yang masih labil pada anak-anak yang menikah diusia dibawa umur 19 tahun akan berpengaruh pada pola asuh terhadap anak-anak mereka nanti. Ketiga, Pernikahan dini dapat menempatkan remaja putri pada resiko kesehatan atas kehamilannya. Keempat, ada potensi kangker leher Rahim atau kangker serviks pada remaja dibawah umur 20 tahun yang melakukan hubungan seksual.
Dari regulasi perundang-undangan serta fakta-fakta social dan psikologi diatas dapat kita simpulkan bahwa praktik pernikahan anak dengan alasan apapun merupakan kekerasan terhadap anak. Kekerasan tersebut tidak hanya berwujud kerugian yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak dan keluarganya, namun juga dapat menghasilkan efek berantai hingga pada bangsa dan Negara, mengingat anak adalah pewaris kelangsungan Bangsa dan Negara. Selain itu, faktor kesiapan secara ekonomi juga harus menjadi pertimbangan, banyak kasus KDRT bahkan perceraian diakibatkan oleh ketidak mapanan ekonomi rumah tangga. Juga akan menambah angka kemiskinan bagi masyarakat Indonesia. Terlebih lagi bahwa penyumbang stunting ialah anak yang lahir dari orangtua yang melakukan praktek pernikahan anak.KPKPST