PALU, HAWA.ID – Gubernur (Sulteng) melalui Asisten Perekonomian dan Pembangunan Dr.H.Rudi Dewanto,SE,MM memimpin rapat persiapan terkait pencegahan dan pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Sulteng, khususnya Pusat Peternakan di Kabupaten Donggala.

Rapat tersebut dihadiri Kasub Analisis Ekonomi Makro Riska, Kasub Analisis Ekonomi Mikro Markus dan Perwakilan dari Dinas Peternakan dan Perkebunan, bertempat diruangan rapat Asisten Perekonomian dan Pembangunan, pada Selasa (7/2/2023).

Kesempatan itu, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Dr.Rudi Dewanto berharap agar Biro Perekonomian dapat segera menyurati OPD terkait guna membahas kesiapan daerah dalam mengontrol hewan seperti ternak yang keluar dan masuk atau lalu lintas di Wilayah Sulteng agar PMK tidak menyebar luas.

Diagendakan rapat lanjutan akan dilaksanakan pada Rabu (8/2/2023) bertempat diruangan kerja Asisten Perekonomian dan Pembangunan pada Pukul 13.30 WITA.
Sebelumnya Asosiasi Peternak Kambing dan Unggas (APSIKU) Sulteng, sangat menyesalkan keberadaan Satgas PMK yang tidak tegas, sehingga banyak sapi yang tertular PMK.

“Kami bersama Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunnak) Sulteng melakukan kunjungan ke wilayah Barat, ternyata kami dapatkan 90 persen sapi di Desa Balintuma, Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala, sudah terinfeksi PMK. Ini bahaya,” tegas Ketua APSIKU Sulteng, Nasir Husen, Minggu (5/2/2023) siang di Palu.

Celakanya lagi, kata Nasir Husen, sapi-sapi dari Barat itu sudah masuk ke Palu. Artinya, kata dia, petugas check point (titik pemeriksaan) di pintu masuk Pantoloan tidak tegas sehingga sapi dari Barat itu bisa lolos masuk ke Palu.

“Kami menerima laporan, Sabtu, 4 Februari 2023 kemarin, sebanyak tiga truk sapi yang berhasil masuk Palu,” kata Nasir Husen.

Memang, kata dia, berdasarkan penjelasan dari Disbunnak Sulteng, tidak terlalu berbahaya bagi masyarakat yang mengkonsumsi daging sapi yang terinfeksi PMK, tetapi bagi yang mengonsumsi jeroannya, itu sangat berbahaya.

“Tapi dampak lain dari PMK ini adalah para peternak kecil di Kota Palu yang kehidupan sehari-harinya bergantung pada margin penjualan sapi,” ujarnya.

Dia mengatakan, akan sangat banyak peternak kecil yang merugi, karena ada ketakutan akibat wabah PMK. Padahal, peternak sapi di Palu rata-rata memelihara sapi super, sedangkan sapi di Pantai barat yang terinfeksi PMK adalah jenis Sapi Bali.

Menurut dia, seharusnya seluruh sapi di Pantai Barat itu diisolasi, kemudian yang terinfeksi PMK dimusnahkan, dan yang masih sehat diberikan vaksin agar tidak tertular PMK.

“Nah, soal vaksin itu juga kami pertanyakan. Mana semua itu ribuan vaksin yang sudah diberikan? Kenapa sampai ada sapi kita di Sulteng yang terinfeksi PMK,” katanya mempertanyakan.

Menurut Nasir Husen, sebelumnya PMK itu masih menular di Pulau Jawa. Mengantisipasi itu, kepala daerah se Sulawesi mengeluarkan edaran, agar mengantisipasinya masuknya PMK ke wilayah Sulawesi. Tapi ternyata bobol juga.

“Penemuan sapi yang terinfeksi PMK pertama kali di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan pada 2022 lalu. Kemudian di Morowali dan Poso. Tapi alhamdulillah sudah dimusnahkan semuanya,” tuturnya.

Kemudian di akhir 2022, ditemukan lagi ada sapi di Desa Ponggerang, Kecamatan Dampelas yang terinfeksi, dan pada 2023 ini ditemukan lagi di Desa Balintuma.

“Dan ini yang massif, karena 90 persen sapi di satu kampung itu terifeksi PMK,” ujarnya.
Oleh karena itu, Nasir Husen meminta ada pertemuan antara APSIKU, Disbunnak dan Gubernur Sulawesi Tengah untuk membahas mengenai PMK tersebut.

PMK adalah penyakit infeksi virus yang bersifat akut dan sangat menular. Penyakit ini menyerang semua hewan berkuku belah/genap, seperti sapi, kerbau, babi, kambing, domba termasuk juga hewan liar seperti gajah, rusa dan sebagainya.*/LIA