PANDEGLANG, HAWAID – Sebanyak 26 ekor badak bercula satu atau badak Jawa ditemukan tewas di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Banten, akibat perburuan liar yang dilakukan oleh jaringan pemburu.
Kasus tragis ini menambah daftar panjang ancaman terhadap spesies yang sangat terancam punah ini.
Kapolda Banten, Irjen Pol Abdul Karim, mengungkapkan bahwa sebanyak 13 pelaku perburuan liar telah berhasil ditangkap oleh pihak kepolisian.
“Total badak yang mati diburu ada 26 ekor, pelakunya ada 13 orang,” ujar Abdul Karim saat konferensi pers di Mapolda Banten, Jumat (31/5).
Para pelaku yang ditangkap berasal dari dua jaringan pemburu yang dipimpin oleh Suhendi dan Suhar.
Abdul Karim menjelaskan bahwa jaringan Suhar terdiri dari lima orang, sementara jaringan Nendi terdiri dari delapan orang.
Selain itu, polisi juga berhasil mengamankan hasil perburuan berupa cula badak yang dijual ke pasar gelap internasional, khususnya ke China.
Pengakuan para tersangka menyebutkan bahwa pemburu liar telah beroperasi sejak 2019 dan berhasil membunuh 26 badak Jawa.
Namun, Abdul Karim menegaskan bahwa jumlah pasti badak yang dibunuh masih perlu diverifikasi lebih lanjut melalui penemuan tulang belulang di lapangan.
“Jumlahnya masih simpang siur, bisa lebih bisa juga kurang, karena pengakuan ini belum tentu fakta yang ditemukan di lapangan,” tambahnya.
Tragedi ini menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas pengawasan dan perlindungan di TNUK, satu-satunya habitat tersisa bagi badak Jawa.
Pemerintah Indonesia dan berbagai organisasi konservasi telah lama mengkhawatirkan nasib badak bercula satu ini, mengingat populasinya yang semakin menipis.
Nina Fascione, Direktur Eksekutif International Rhino Foundation (IRF), mengungkapkan kekecewaannya terhadap kejadian ini.
“Kami telah lama mengkhawatirkan badak yang hilang dari kamera jebak selama beberapa tahun terakhir, namun ini tidak berarti mereka sudah mati, karena spesies ini sangat pandai bersembunyi,” kata Nina Fascione.
Pemerintah Indonesia didesak untuk meningkatkan upaya perlindungan dan mengembangkan populasi kedua di luar Ujung Kulon, serta memulai program penangkaran untuk memastikan kelangsungan hidup spesies ini.*/LIA