POSO, HAWA.ID – Ratusan ternak kerbau di desa Toliko, Kecamatan Pamona Tenggara, kabupaten Poso terancam mati akibat padang penggembalaan seluas 300 hektar terendam air. Ternak kerbau maupun sapi, kekurangan asupan makanan karena rumput di padang penggembalaan membusuk akibat terendam.
Kepala urusan perencanaan (KAUR) desa Tokilo, Benhur Bondoke mengatakan, padang penggembalaan seluas 300 hektar terendam air sejak uji coba bendungan PLTA Poso 1 tahun 2019. Tercatat hingga tahun 2022, sudah 160 ekor ternak kerbau dan sapi yang mati karena kelaparan.
Menurutnya, sejak uji coba pintu air PLTA Poso 1 akhir tahun 2019, dalam kurun waktu tiga bulan ada 94 ekor kerbau dan 16 ekor sapi mati karena kekurangan makanan.
“Kematian hewan ternak di desa Tokilo dalam kurun waktu satu tahun biasanya sebanyak satu atau dua kasus. Penyebabnya biasa karena anak kerbau yang mati saat dilahirkan. Tapi kasus kematian kerbau dengan jumlah yang cukup banyak hanya dalam kurun waktu tiga bulan, ” kata Benhur kepada sejumlah wartawan, Senin (12/9/2022).
Menurutnya, pihak perusahaan Poso Energy sudah memberikan kompensasi ganti rugi karena aktifitas uji coba bendungan PLTA Poso 1 yang nilainya tidak sebanding dengan kerugian warga. Hanya ada 94 ekor kerbau dan 16 ekor sapi yang diganti rugi oleh perusahaan.
“Ganti rugi dari perusahaan hanya diberikan setengah dari harga jual kerbau atau sapi. Jumlahnya juga hanya 94 ekor kerbau dan 16 ekor sapi. Jumlah itu dihitung hanya yang mati di tahun 2019 hingga 2021,” ujarnya.
Hal yang sama diungkapkan Kepala Desa (Kades) Tokilo, Hertian Tangku’a. Dia mengungkapkan bahwa sejak uji coba PLTA Poso 1 tahun 2019 hingga saat ini, muka air danau tidak pernah surut sehingga merendam padang penggembalaan karbau seluar 300 hektar.
Hertian mengungkapkan bahwa, sebelum adanya aktivitas uji coba itu, siklus pasang surut air danau terjadi secara alami, dimana mulai bulan Februari hingga Juni air danau akan mengalami pasang dan pada Agustus hingga Januari akan surut.
Akan tetapi sejak tahun 2019, air danau tidak pernah surut sehingga padang penggembalaan terendam, ternak kekurangan makanan, rumput membusuk menyebabkan ternak mati.
Karena padang penggembalaan menyempit kata Hertian, pemerintah desa rencananya akan membuat peraturan desa untuk membatasi jumlah ternak kerbau di desa Tokilo. Pembatasan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kerugian akibat ternak mati, mengingat lahan untuk penggembalaan sudah menyempit karena terendam air.
Sementara itu, peternak di desa Tokilo, Moris Tosadu mengungkapkan bahwa luasan padang penggembalaan yang ada saat ini tidak layak untuk menampung jumlah ternak yang ada di desa Tokilo.
“Sebelum terendam, padang penggembalaan seluas 300 ha dengan jumlah kerbau 700 ekor. Tapi setelah uji coba bendungan, banyak ternak yang mati dan pemilik ternak terpaksa menjual ternaknya karena khawatir mati sehingga jumlah yang tersisa saat ini ada 476 ekor,” kata Moris.
Moris mengungkapkan bahwa, luasan padang penggembalaan yang masih tersisa seluas 100 hektar dan itu hanya mampu menampung 200 ekor ternak. Sementara jumlah ternak yang ada di desa sebanyak 400 ekor lebih, luasan padang penggembalaan yang ada hanya 100 hektar tidak akan bisa menampung dan makanan tidak akan mencukupi.
Selain itu, masalah lain yang muncul karena padang penggembalaan menyempit kata Moris, terjadi konflik dengan petani dari desa lain karena ternak warga Tokilo masuk ke lahan pertanian desa tetangga.
“Sudah beberapa kali pemilik ternak dari desa Tokilo berkonflik dengan petani desa tetangga karena ternaknya masuk ke lahan pertanian. Akibatnya, peternak desa Tokilo beberapa kali harus membayar denda adat,” ujarnya.ECA