JAKARTA, HAWA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merilis prediksi kemarau 2025 yang menunjukkan musim kemarau mulai bertahap sejak April.
Perkiraan puncak kemarau terjadi pada Juni, Juli, hingga Agustus pada sebagian besar wilayah Indonesia. Informasi ini penting bagi masyarakat untuk mempersiapkan langkah antisipasi menghadapi potensi kekeringan.
Pada April 2025, sebanyak 115 Zona Musim (ZOM) memasuki musim kemarau, terutama di Lampung bagian timur, pesisir utara Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Jumlah wilayah terdampak bertambah pada Mei dan Juni, mencakup Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
“Prediksi puncak musim kemarau 2025 pada sebagian besar wilayah Indonesia terjadi pada Juni, pada Juli dan pada Agustus 2025,” kata Plt. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (13/3).
Musim kemarau 2025 memiliki sifat bervariasi. Sekitar 60% wilayah atau 416 ZOM mengalami kemarau normal, 26% lebih basah dari biasanya, dan 14% lebih kering, terutama di Sumatera bagian utara, Kalimantan Barat, Sulawesi tengah, Maluku Utara, dan Papua selatan.
Wilayah seperti Jawa Tengah hingga timur, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku mencapai kekeringan puncak pada Agustus.
Durasi kemarau juga berbeda di setiap daerah. Beberapa wilayah, seperti Sumatera dan Kalimantan, hanya mengalami kemarau selama dua bulan. Namun, sebagian Sulawesi bisa menghadapi kemarau lebih dari delapan bulan.
“Prediksi durasi kemarau lebih pendek dari biasanya di sebagian besar wilayah, meskipun terdapat 26% wilayah yang akan mengalami musim kemarau lebih panjang, terutama di sebagian Sumatera dan Kalimantan,” ujar Dwikorita Karnawati.
Faktor iklim global turut memengaruhi prediksi kemarau 2025. Fenomena La Niña lemah berlangsung hingga Mei, menyebabkan curah hujan lebih tinggi di awal kemarau.
Setelah itu, El Niño Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) berada pada fase netral.
“Musim kemarau tahun ini dengan kondisi iklim normal, tanpa pengaruh kuat dari iklim laut dari ENSO dan IOD,” jelas Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan.
Rekomendasi BMKG
BMKG mencatat beberapa wilayah rawan kekeringan, seperti Sumatera Selatan, Riau, Nusa Tenggara, dan sebagian Kalimantan.
Potensi kebakaran hutan dan lahan meningkat pada Juli dan Agustus. Untuk itu, masyarakat perlu mewaspadai risiko ini.
“Semoga informasi ini dapat menjadi panduan bagi para pengambil kebijakan dalam merancang strategi antisipatif dan adaptif untuk menghadapi musim kemarau 2025,” harap Dwikorita Karnawati.
Sektor pertanian perlu menyesuaikan jadwal tanam dan memilih varietas tanaman tahan kekeringan. Pengelolaan air juga menjadi kunci, terutama untuk irigasi dan pembangkit listrik tenaga air.
BMKG merekomendasikan pembasahan lahan gambut dan pengisian embung sebagai langkah pencegahan kebakaran. Informasi lebih lanjut tersedia di laman resmi BMKG.
Prediksi kemarau 2025 menunjukkan pola musim yang tidak seragam. Wilayah seperti Sumatera, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Gorontalo, dan Maluku mengalami awal kemarau sesuai normal.
Sementara itu, Kalimantan Selatan, Bali, Nusa Tenggara, dan Merauke mengalami kemarau lebih lambat. Sebanyak 104 ZOM memulai kemarau lebih awal dari biasanya.*/LIA