JAKARTA, HAWA — Serangan udara Serikat ke fasilitas nuklir pada 22 Juni 2025 memicu kecaman global. Aksi militer ini dapat menjadi pelanggaran hukum internasional oleh AS, dengan dampak luas pada stabilitas kawasan dan ekonomi dunia.

AS menyerang tiga fasilitas nuklir di Fordow, Natanz, dan Isfahan. Donald mengumumkan serangan itu melalui Truth Social. menyebut serangan tersebut sebagai agresi ilegal yang melanggar Piagam PBB dan Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT).

Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, menyebut tindakan AS sebagai “pelanggaran berat terhadap Piagam PBB, hukum internasional, dan NPT.” Ia menambahkan, “Setiap anggota PBB harus khawatir terhadap perilaku kriminal dan berbahaya ini,” pada Minggu.

Organisasi Energi Atom Iran (AEOI) menuding AS telah menyerang fasilitas yang berada di bawah pengawasan Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Mereka menyatakan tindakan tersebut dilakukan dengan “ketidakpedulian atau keterlibatan” IAEA. Kepala IAEA, Rafael Grossi, menegaskan bahwa penyerangan fasilitas nuklir “tidak boleh, terlepas dari konteks atau keadaannya.”

Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, menyatakan kekhawatiran serius. “Ada risiko yang semakin besar bahwa konflik ini dapat dengan cepat lepas kendali,” katanya pada Minggu. Ia menyebut eskalasi ini berbahaya bagi warga sipil, kawasan, dan dunia.

Di dalam negeri AS, sejumlah anggota mengecam serangan tersebut. Alexandria Ocasio-Cortez menilai langkah itu melanggar konstitusi AS. “Dia secara impulsif telah mengambil risiko meluncurkan yang dapat menjerat kita selama beberapa generasi,” tulisnya di X.

Sementara itu, Iran, Masoud Pezeshkian, menyatakan bahwa AS “harus menerima tanggapan atas agresi mereka.” Iran meminta sidang darurat Dewan Keamanan PBB dan menyebut personel militer AS di kawasan sebagai target sah.

Hingga kini, tidak ada laporan resmi korban jiwa dari serangan langsung AS. Namun, konflik Iran-Israel sejak 13 Juni telah menewaskan lebih dari 220 orang di Iran dan 24 di Israel.LIA