PALU, HAWA.ID – Panitia Khusus (Pansus) DPRD Provinsi Sulawesi Tengah menggelar rapat kerja bersama perangkat daerah teknis dan tenaga ahli untuk membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pengelolaan, Perlindungan, dan Pelestarian Cagar Budaya. Rapat berlangsung di Gedung Bidarawasia, Jalan Moh. Yamin, Palu, Senin (13/10/2025).
Rapat yang dipimpin Ketua Pansus, Arnila Hi. Moh Ali, didampingi Sekretaris Pansus H. Suryanto, SH., MH, turut dihadiri perwakilan dari Biro Hukum Setdaprov, Dinas Kebudayaan, serta Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XVIII. Agenda utama pertemuan kali ini adalah melakukan sinkronisasi dan finalisasi materi Ranperda sebelum dikonsultasikan ke Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Dalam arahannya, Arnila menegaskan bahwa pembahasan tersebut merupakan tindak lanjut dari rapat-rapat sebelumnya yang telah mengupas pasal demi pasal bersama tenaga ahli dan biro hukum.
“Kami bukan orang hukum, tapi orang politik. Karena itu, kami percayakan penyusunan teknis dan pasal-pasal kepada tenaga ahli dan pemerintah daerah agar produk hukum yang dihasilkan benar-benar kuat dan memiliki daya mengikat,” ujar Arnila.
Sementara itu, Sekretaris Pansus H. Suryanto menyampaikan bahwa rapat kali ini juga menyepakati jadwal konsultasi ke Kemendagri serta rencana kunjungan komparasi ke Yogyakarta. Langkah tersebut dilakukan untuk memperkuat substansi dan penyelarasan Ranperda dengan regulasi nasional.
“Kita targetkan Ranperda ini rampung dan ditetapkan paling lambat minggu pertama November 2025, sesuai batas waktu yang ditetapkan,” jelas Suryanto.
Dari pihak eksekutif, perwakilan Dinas Kebudayaan Provinsi Sulawesi Tengah menegaskan pentingnya percepatan penetapan Ranperda ini sebagai bentuk komitmen daerah dalam menjaga warisan budaya.
“Regulasi ini menjadi syarat penting agar kawasan megalit di Lore dan Bada dapat diusulkan sebagai warisan dunia. Tanpa adanya Perda, komitmen daerah dianggap tidak serius,” ujarnya.
Dalam diskusi, sejumlah persoalan lapangan turut mengemuka. Pansus menyoroti maraknya aktivitas tambang ilegal yang mengancam situs budaya di wilayah Lore, Poso, dan Morowali, serta belum optimalnya perlindungan terhadap kawasan kota tua di Donggala dan situs sejarah di Banggai.
Menutup rapat, Ketua Pansus menegaskan pentingnya pendampingan oleh organisasi perangkat daerah (OPD) teknis dalam setiap kegiatan konsultasi dan komparasi, agar substansi Ranperda benar-benar selaras dengan arah kebijakan nasional dan kebutuhan daerah.
Rapat berjalan kondusif dengan semangat kolaboratif antara legislatif, eksekutif, dan tenaga ahli. Pansus optimistis Ranperda Cagar Budaya ini akan menjadi salah satu produk hukum strategis yang memperkuat upaya pelestarian nilai-nilai sejarah dan budaya di Provinsi Sulawesi Tengah.LIA