PALU – Anggota dewan daerah dan DPR RI meminta polisi menindak tegas dugaan cukong yang menjadi beking pertambangan tanpa izin (PETI) di Wilayah Poboya. Hal ini buntut terjadinya bentrok antara aparat kepolisian dengan warga Kelurahan Poboya, beberapa waktu lalu.
Bentrok dipicu aksi pemblokiran akses jalan oleh warga setempat yang merasa tidak puas dengan tawaran PT Citra Palu Minerals (CPM) dalam pengelolaan tambang emas di Kelurahan Poboya.
Sejumlah pihak juga menilai, keberadaan pertambangan di luar PT CPM juga di-backingi cukong-cukong atau pemodal yang sengaja melakukan aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) di wilayah Kontrak Karya (KK) PT CPM.
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meminta aparat penegak hukum tidak boleh ragu-ragu dalam menindak ilegal mining termasuk cukong yang menjadi bekingnya.
“Terkesan pemerintah melempem, karena ditengarai aparat turut bermain mata. Karenanya langkah-langkah konkret, tegas dan terukur harus diambil pemerintah, agar keamanan dan ketertiban dalam sektor pertambagan ini dapat terjaga,” katanya, Selasa (8/11).
Ke depan, lanjut dia, ilegal mining ini hasus ditata secara serius terutama aspek perizinan dan pengelolaan lingkungannya. Proses perizinan ini, katanya, untuk pertambangan rakyat dan batuan yang sudah didelegasikan ke daerah ini harus benar-benar dapat diimplementasikan. ” Termasuk resiko terhadap lingkungan hidup dapat semakin dikurangi. Sementara aparat penegak hukum yang ikut melindungi harus ditindak tegas,” tuturnya.
Sementara Kompolnas saat ini masih menunggu data kronologi dari pengawas internal terkait peristiwa tersebut.
Sementara, amggota Komisi IV DPRD Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Muh Hidayat Pakamundi mengatakan, sepengetahuannya, yang memiliki kontrak karya pertambangan di Poboya, hanya PT CPM. Jika ada masyarakat atau pemodal yang melakukan penambangan atau perendaman, maka harus ditangkap.
“Apakah itu cukongnya, atau bahkan kalau ada aparat di belakangnya ya harus diusut tuntas, harus ditangkap. Jangan sampai terjadi lagi aksi-aksi seperti kemarin yang juga menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
Ia menegaskan, aktivitas produksi pertambangan yang di luar dari CPM adalah ilegal dan aparat harus bertindak.
“Kami di DPRD ini juga akan melakukan monitor, siapa saja yang melakukan aktivitas di luar CPM, kita akan sampaikan kepada aparat,” katanya.
Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Sulteng itu menambahkan, daerah membutuhkan kehadiran investasi, sepanjang kegiatannya berjalan dengan positif.
Sebab, kata dia, dampak positif dari sebuah investasi juga banyak, seperti ada pendapatan masyarakat, tenaga kerja bisa terakomodir, usaha-usaha di sekitar tambang ataupun di Kota Palu pada umumnya juga akan mengikut,
Pihaknya meminta pihak perusahaan agar mengajak masyarakat untuk bersama-sama melakukan musyawarah mencari titik tengah. “Apa yang diinginkan masyarakat dan apa yang diinginkan perusahaan, bisa saling tawar menawar. Kalau misalnya dari sisi ketenagakerjaan, ya harus diutamakan orang-orang di sekitar tambang,” jelasnya.
Selain itu, kata dia, pihak perusahaan juga harus melibatkan pemerintah, dalam hal ini Gubernur dan DPRD Sulteng, sebab urusan tambang adalah ranah provinsi.
Sebelumnya, Tenaga Ahli (TA) Gubernur Sulteng Bidang Peningkatan Ketahanan Pangan, Pertanian, Perkebunan, Hortikultura dan Sumber Daya Alam, menyarankan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan terhadap pemodal tambang.
“Sebab pemodal ini menjadi salahsatu bagian terjadinya eskalasi bentrok. Kita minta pemodalnya diperiksa,” kata TA Gubernur Sulteng, Muhammad Ridha Saleh, dalam media briefing di Kantor Komnas-HAM Perwakilan Sulteng, Kamis (27/10) lalu.
Menurutnya, polisi harus mencari tahu pemodal-pemodal yang terlibat memicu eskalasi bentrok, supaya masyarakat tidak dianggap satu-satunya pemicu.
Ia mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulteng berjuang dalam memediasi pihak CPM dan Lembaga Adat Poboya untuk menuju skema yang lebih permanen. Dalam masa transisi, kata dia, ada dua solusi yang ditawarkan, yaitu pembentukan koperasi dan menyediakan material.
Ketua Komnas-HAM Perwakilan Sulteng, Dedy Askari, juga memohon kepada masyarakat untuk bersabar menuju skema yang lebih permanen.
“Bagaimana mau mempercepat perwujudan skema permanen bila selalu saja ada peristiwa seperti ini,” pungkasnya. */LIA