JAKARTA, HAWA – Anggota Komisi II DPR RI, Edi Oloan Pasaribu, menyoroti dugaan keterlibatan oknum di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kemen-ATR/BPN) dalam praktik mafia tanah.

Pernyataan ini disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II dengan sejumlah pihak terkait di Gedung Nusantara, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (11/2/2025).

“Mafia tanah tidak akan berani tanpa adanya oknum yang terlibat di jajaran BPN. Praktik mafia tanah bermula dari oknum-oknum tersebut. Tidak mungkin terjadi tanpa ada akses yang diberikan dari dalam,” ujar Edi Oloan Pasaribu.

Ia menjelaskan bahwa praktik mafia tanah sering kali menyebabkan masyarakat kehilangan hak atas tanah mereka.

Beberapa modus yang umum terjadi adalah penyerobotan, penggusuran, dan penerbitan sertifikat ganda yang berujung pada konflik agraria.

Menurutnya, lemahnya penegakan hukum di sektor agraria membuat masyarakat sering kali hanya disarankan menempuh jalur hukum, meskipun permasalahan berawal dari oknum di BPN sendiri.

“Biasanya masyarakat hanya dipersilakan membawa kasusnya ke pengadilan, sementara pihak lawan sudah lebih siap dengan berbagai cara,” katanya.

Politisi PAN ini meminta Kementerian ATR/BPN segera menertibkan oknum-oknum pegawainya agar praktik mafia tanah dapat dihentikan.

“Jangan hanya jadi tukang stempel yang mudah dibayar. Jika ingin memberantas mafia tanah, BPN harus bersih-bersih dari dalam terlebih dulu dan menjalankan tata kelola pertanahan yang lebih baik,” tegasnya.

Dalam rapat tersebut, Komisi II DPR menerima sejumlah pengaduan terkait praktik mafia tanah.

Salah satunya dari Gerakan Masyarakat Setia Mekar (GEMAS) terkait penyerobotan dan penggusuran lahan warga Klaster Setia Mekar Residen di Tambun Selatan seluas 3,3 hektar, akibat putusan Pengadilan Negeri Cikarang.

Lembaga Anti Mafia Tanah Indonesia (LAMTI) juga melaporkan penggusuran 14 rumah di Duren Sawit, Jakarta Timur, dengan luas lahan 3.887 meter persegi.

Selain itu, Komisi II juga menerima surat dari Yayasan Pengawal Etika Nusantara dan Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan yang berisi masukan terkait penyelesaian permasalahan pertanahan di Indonesia.

Komisi II meminta Kementerian ATR/BPN segera menindaklanjuti laporan-laporan tersebut.

“Kami berharap dalam beberapa bulan ke depan ada perkembangan dan laporan progres yang jelas agar kami dapat memantau penyelesaiannya,” tutupnya.*/ECA