PALU, HAWA – Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Sulawesi Tengah (Sulteng) kembali menyuarakan pentingnya peran media sebagai pengawas dalam mengatasi permasalahan pertambangan emas tanpa izin (PETI) yang marak di wilayah tersebut.
Dalam sebuah diskusi yang digelar Selasa (20/8), para jurnalis dari berbagai media sepakat untuk melakukan investigasi mendalam guna mengungkap dampak buruk PETI terhadap lingkungan dan masyarakat.
Ketua AMSI Sulteng, Muhammad Iqbal, menegaskan bahwa media memiliki peran krusial dalam mengawal isu-isu strategis seperti PETI.
“Media harus menjadi suara rakyat yang termarjinalkan akibat dampak buruk PETI. Investigasi mendalam yang dilakukan oleh para jurnalis akan membuka mata publik tentang realitas di lapangan,” tegas Iqbal.
Serial Diskusi yang bertajuk “Menelusuri Luka Bumi Palu” itu menghadirkan Muh. Tauhid, Divisi Advokasi JATAM Sulteng dan Kepala Bagian Operasi (Kabag Ops) Polresta Palu, Kompol Romy Gafur sebagai narasumber, serta puluhan jurnalis Kota Palu dengan berbagai latar belakang Organisasi Profesi Jurnalis.
Hasil diskusi sementara menunjukkan bahwa PETI telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah di beberapa wilayah di Sulteng.
Muh. Tauhid menyebutkan bahwa pencemaran sungai, erosi tanah, dan hilangnya keanekaragaman hayati menjadi beberapa dampak buruk yang ditimbulkan. Selain itu, dampak PETI yang pernah terjadi di wilayah Sulteng juga ialah terjadinya konflik sosial antar masyarakat.
“Kami menemukan banyak bukti bahwa PETI tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengancam keselamatan dan kesejahteraan masyarakat, bahkan saat ini penambangan dilakukan pada badan sungai” ungkap Tauhid.
“Para penambang ilegal seringkali menggunakan bahan kimia berbahaya yang mencemari sumber air dan tanah, sehingga berdampak pada kesehatan masyarakat sekitar.” tambahnya
Ia menyebutkan bahwa wilayah yang paling terdampak adalah Parigi Moutong, yang memiliki beberapa lokasi penambangan ilegal, termasuk Kayuboko, Desa Air Panas, Buranga, dan lainnya.
“Dampak lingkungannya sangat buruk, terutama di Buranga. Tanah longsor tahun 2021 mengakibatkan delapan orang meninggal dunia,” sebutnya.
Kerusakan ekologis meluas hingga ke sumber daya air, dan yang paling berdampak adalah berkurangnya permukaan air sungai di Buranga yang berakibat gagal panen, serta potensi banjir semakin memperburuk keadaan penduduk setempat.
Dalam diskusi, Tauhid juga mengungkapkan kekhawatiran tentang keterlibatan warga negara asing, terutama dari Tiongkok sebagai pemodal.
Ia menekankan perlunya tindakan penegakan hukum yang lebih tegas dari pihak kepolisian kepada para pemodal di balik PETI untuk memutus mata rantai penambang ilegal.
Sementara itu Kabag Ops Polresta Palu, Kompol Romy Gafur, mengatakan bahwa pihaknya telah menggelar sosialisasi bahaya pertambangan ilegal sejak sebualn terakhir.
“Sosialisasi tersebut dilakukan untuk memberikan pemahaman mengenai undang-undang terkait pertambangan dan lingkungan,” katanya.
Menurutnya pasca sosialisasi, pihaknya akan melakukan evaluasi lanjutan, sebelum mengambil tindakan tegas untuk memastikan keselamatan dan kepatuhan terhadap undang-undang.
“Evaluasi akan dilakukan untuk menentukan langkah selanjutnya, termasuk kemungkinan penindakan terhadap penambang ilegal,” katanya.*/LIA