JAKARTA, HAWA — Aktivitas Tambang Nikel Raja Ampat memicu penolakan luas karena dapat mengancam salah satu ekosistem laut terkaya di dunia. Wilayah ini memiliki 75 persen spesies karang dunia dan lebih dari 1.500 jenis ikan, menjadikannya pusat keanekaragaman hayati global.

Beberapa perusahaan, seperti PT Mulia Raymond Perkasa dan PT Gag Nikel Indonesia, memperoleh izin untuk menambang di pulau-pulau seperti Batan Pele, Manyaifun, dan Gag.

Penambahan lahan tambang tercatat mencapai 494 hektar dalam empat tahun terakhir, meningkat tiga kali lipat, perbandingan mencolok dari periode sebelumnya. Ekspansi ini terjadi di tengah status Raja Ampat sebagai kawasan Geopark yang mendapat pengakuan UNESCO dan daerah otonomi khusus.

Kelompok masyarakat adat, termasuk Suku Betew, Maya, dan Kawe dari 12 kampung di Distrik Waigeo Barat, menolak operasi tambang karena bagi mereka, adanya tambang merusak tanah adat dan hutan lindung.

Mereka menyerahkan petisi penolakan kepada DPRK Raja Ampat dan meminta pencabutan izin usaha pertambangan (IUP), AMDAL, serta izin pemanfaatan laut.

ALJARA Soroti Deforestasi

Koalisi lingkungan seperti Aliansi Jaga Alam Raja Ampat (ALJARA) juga menyoroti deforestasi dan sedimentasi yang membahayakan terumbu karang, mangrove, dan spesies laut di sana. Mereka menuntut penghentian seluruh aktivitas tambang di kawasan tersebut dan mendesak pemerintah mengutamakan konservasi.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia menyatakan akan mengevaluasi izin tambang nikel di Raja Ampat. Ia berjanji memanggil seluruh pemegang IUP, baik BUMN maupun swasta, untuk memastikan kepatuhan terhadap dokumen AMDAL dan menghormati kearifan lokal Papua.

Pemerintah juga mempertimbangkan usulan masyarakat untuk pembangunan smelter, namun belum ada keputusan final.

Laporan Auriga Nusantara mencatat bahwa perluasan tambang berdampak langsung pada kawasan konservasi laut seluas 2 juta hektar. Hal ini membahayakan spesies seperti penyu sisik dan pari manta, serta mengganggu sektor pariwisata yang menjadi andalan ekonomi masyarakat Raja Ampat.

Ketua DPRK Raja Ampat Mohammad Taufik Sarasa menegaskan bahwa lembaganya sedang mengumpulkan aspirasi masyarakat untuk mengevaluasi keberlanjutan proyek tambang. Ia menekankan pentingnya keseimbangan antara perlindungan lingkungan dan pembangunan wilayah.LIA