PALU, HAWA.ID — DPRD Provinsi Sulawesi Tengah melalui Komisi IV menggelar uji publik Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat di Ruang Sidang Utama Gedung Bidarawasia, Senin malam (11/8/2025).

Wakil Ketua I DPRD Sulteng, Aristan, S.Pt., memimpin langsung kegiatan tersebut. Hadir Ketua Bapemperda DPRD Sulteng Dra. Sri Indraningsih Lalusu, MBA, Ketua Komisi IV Moh. Hidayat Pakamundi, anggota Komisi IV, perwakilan Pemprov Sulteng, akademisi, tokoh masyarakat adat, LSM, aktivis, serta dua narasumber, yakni Dedy Wahyudi, SH., MH., dan Fandy Riyanto, SH., MH.

Dalam sambutannya, Aristan menegaskan bahwa uji publik menjadi tahapan penting dalam proses pembentukan peraturan daerah. “Kegiatan ini memberi ruang partisipasi seluas-luasnya bagi masyarakat, khususnya masyarakat adat, untuk menyampaikan pandangan, masukan, dan kritik konstruktif terhadap ranperda,” ujarnya.

Ia menekankan, masyarakat adat memiliki sistem pengetahuan, tenurial, dan pengaturan wilayah sendiri yang telah eksis jauh sebelum Indonesia merdeka. Namun, hadirnya pembangunan modern kerap merampas ruang hidup dan menghancurkan sistem pengetahuan tersebut. “Inilah sebabnya negara dan masyarakat internasional memberi perhatian serius kepada masyarakat adat,” tambahnya.

Aristan mengingatkan, UUD 1945 mengakui kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya. Hal itu juga ditegaskan dalam sejumlah undang-undang, meski masih ada kekosongan kebijakan bagi wilayah adat yang beririsan antar kabupaten. Karena itu, ia menilai Sulawesi Tengah perlu merespons dengan menghadirkan perda khusus.

Ketua Komisi IV DPRD Sulteng, Moh. Hidayat Pakamundi, menambahkan bahwa inisiatif ranperda ini merupakan bentuk komitmen untuk menjalankan amanat UUD 1945 Pasal 18B Ayat (2). “Sulteng sebagai bagian dari NKRI wajib merangkul, melindungi, dan melestarikan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya,” katanya.

Hidayat menegaskan, masyarakat hukum adat memiliki peran penting menjaga budaya, adat istiadat, dan kearifan lokal. Namun mereka masih menghadapi tantangan, mulai dari pengakuan wilayah, perlindungan hak, hingga penyesuaian dengan perkembangan zaman. “Perda ini diharapkan menjadi landasan hukum kuat agar hak-hak masyarakat hukum adat diakui dan perannya dalam pembangunan daerah dihargai,” pungkasnya.LIA