JAKARTA, .ID – 1 DPRD Sulawesi Tengah () lakukan konsultasi mengenai Ranperda tentang tata cara pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan , di Kementeriaan , Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT), Selasa (12/42022)

Konsultasi kali ini dipimpin ketua 1 Yahdi Basama, SH, dan diahdiri oleh wakil ketua Ronald Gulla, ST dan Anggota Pansus lainnya Dra. Hj. Sri Indraningsi Lalusu, MBA Abdul Karim Al Jufri, H. Ambo Dalle, H. M Tahir H.Siri, SE, Ellen Esther Pelealu, SE, Naser Djibran dan Rosmini A. Batalipu

Pansus 1 DPRD kali ini diterima oleh direktur advokasi dan kerjasama dan perdesaan Muh. Fachri, S.STP,. M.Si

Dalam kesempatan itu Yahdi Basma yang juga selaku ketua pansus 1 mengatakan bahwa Raperda ini merupakan Inisiatif Komisi 1.

Dengan adanya Raperda ini sebagai upaya kongkrit di DPRD untuk memastikan uang negara yang telah digelontorkan begitu banyak ke desa khususnya disulteng bernilai produktif yakni dapat mendongkrak kesejahteraan dan mengurangi kemisikinan dan kesenjangan.

Anggota Pansus 1, Sri Indraningsih lalusu juga menambahkan adanya Raperda ini dikarenakan banyaknya permasalahan didesa dikeluhkan keprovinsi khususnya kami di DPRD.

“Olehnya kami berkonsultasi ke sini agar mengetahui sejauh mana kewenangan kami dikarenakan mereka butuh adanya pengawasan yang pasti, mereka katanya diawasi oleh ini dan perdampingan kejaksaan yang menurut mereka sangat menyiksa apalagi selama ini kita ketahui pengunaan dana desa itu kadang di intervensi oleh kepala daerah, “ ujarnya.

Wakil ketua Pansus 1, Ronald Gulla juga dalam kesempatan itu menyampaikan aparat pemerintah desa yang silih berganti sehingga pengelolaan desa masih amburadul dikarenakan SDM Kepala desa dibeberapa desa masih sangat terbatas

Olehnya adanya Raperda ini Provinsi menjadi penengah agar pemerintah kabupaten tidak asal asalan dalam pengawasan dan tidak serampangan dan sembarang menginterfensi dana desa.

Mohammad Fahri Direktur advokasi dan  kerjasama desa dan perdesaan dalam kesempatan tersebut menambahkan bahwa, selama ini tidak ada yang mampu mengaudit 1842 desa se dikarenakan objeknya banyak sekali dan sumber dayanya terbatas auditor yang turun kedesa tidak sampai 10 orang.

“apalagi jika ditarik keprovinisi kecuali yang kita dorong pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat itu sendiri,” ujarnya.

Ia menambahkan sebagaimana kita ketahui Dana desa sekarang merupakan 1 dari 7 sumber pendapatan desa, sebagaiamana UU No 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Apalagi dengan UU No 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dana desa masuk dalam skema transfer ke daerah maka disini interfensi kepala daerah akan lebih tinggi lagi.

“saya merekomendasikan Raperda ini dibahas setelah adanya peraturan turunan dari UU No 1 tentang HKPD tersebut ditakutkan Raperda Ini akan bertentangan dengan Peraturan turunannya,” kata Fahri.

Selanjutnya, jika ini tetap diteruskan ia menyarankan untuk merubah judul atau merubah beberapa pasal yang ada didalamnya tambahnya.TIN