PALU, HAWA.ID – Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sulawesi Tengah (Sulteng) mengusulkan agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit khusus sektor Pajak Air Permukaan (PAP).
Usulan itu mencuat saat Banggar bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) membahas rancangan Pendapatan daerah tahun 2023, di ruang rapat utama DPRD Sulteng, Kamis (3/11/2022).
Usulan audit khusus itu muncul karena Banggar cukup kesal dengan sajian pendapatan di sektor PAP. Pemprov, khususnya dinas pendapatan daerah, dinilai tidak serius menarik pajak di sektor PAP.
Kekesalan Banggar makin memuncak karena pemerintah daerah menarik PAP dari PT IMIP di Kabupaten Morowali, dengan menetapkan status pengelola kawasan. Imbasnya, nilai PAP yang dikenakan ke PT. IMIP maksimal Rp628 per meter kubik. Padahal sesuai peraturan menteri PUPR, PAP sektor pertambangan sebesar Rp20.000 per meter kubik.
Anggota Banggar DPRD Sulteng, Sonny Tandra menyesalkan PAP PT. IMIP disetarakan kategori pengelola kawasan, bukan kategori pertambangan, padahal jelas-jelas peruntukan air di PT. IMIP untuk pertambangan.
Ironisnya, penentuan status PAP PT.IMIP diatur dalam Peraturan Gubernur Sulteng No.19 tahun 2019 tentang Nilai Perolehan Air Permukaan. Dimana berdasarkan Pergub ini, hak PAP daerah yang ditarik dari PT.IMIP paling tinggi Rp628 per meter kubik, padahal jika IMIP dikategorikan pertambangan dengan tarif PAP Rp20.000 per meter kubik, maka nilai PAP yang harus dibayar PT.IMIP ke daerah tahun 2023 mencapai puluhan miliar, bukan Rp500 juta seperti yang disampaikan TAPD saat rapat bersama Banggar.
Dalam rapat Banggar yang dipimpin Ketua DPRD Sulteng, Dr Nilam Sari Lawira, dinas pendapatan sendiri memasang target PAP 2023 sebesar Rp25 miliar dari seluruh perusahaan yang dikenakan PAP.
Panjut Sonny Tandra, penetapan pengenaan PAP PT.IMIP setara pengelola kawasan, bertentangan dengan hasil audit BPK tahun anggaran 2021.
“BPK memasukkan PAP PT. IMIP sebagai PAP pertambangan, yang artinya pajak yang harus dibayarkan sebesar Rp20.000 per meter kubik, bukan Rp628 per meter kubik,” ungkapnya.
“Inikan aneh, BPK bilang PT IMIP itu kategori pertambangan, tapi Pemda bilang kategori pengelola kawasan. Saya tidak yakin orang yang ada di BPK itu tidak mengerti persoalan ini,” tambah Sonny.
Karena itu, dia mengusulkan dalam rapat Banggar itu agar DPRD meminta BPK melakukan audit khusus terhadap PAP.
Saran Sonny Tandra itu mendapat dukungan dari Ketua DPRD Sulteng, Nilam Sari Lawira. Memang perlu BPK melakukan audit khusus PAP.
Sorotan status PAP PT. IMIP disamakan dengan pengelola kawasan juga disoroti Wakil Ketua 3 DPRD Sulteng, Muharram Nurdin.
“Jelas-jelas peruntukan air di IMIP itu untuk pertambangan, kok disetarakan pengelola kawasan,” ujarnya.
Memang lanjut Muharram, IMIP itu mengelola kawasan, tapi semua air yang digunakan disana untuk pertambangan. Jadi yang dilihat peruntukan air itu, bukan status IMIPnya.
Status PAP PT.IMIP sebelumnya disampaikan Kepala Bidang Pengembangan Sistem Informasi dan Pengolahan Data Bapenda Sulteng, Mustaqim Karim.
Dalam Pergub, status PAP PT.IMIP dan GNI dimasukkan sebagai pengelola kawasan, bukan pertambangan.
Bapenda sendiri menetapkan target PAP tahun 2023 sebesar Rp25 miliar.
Karena Banggar belum menyepakati terget pendapatan, khususnya di sektor PAP, ketua DPRD kemudian menunda pembahasan untuk memberikan waktu kepada TAPD untuk menyusun target PAP yang rasional sebagaimana potensi dan status perusahaan pengguna air permukaan.*/LIA