PALU, HAWA.ID – Hari Nasional atau yang biasa disingkat Harganas diperingati setiap tahunnya pada tanggal 29 Juni.

Peringatan ini memiliki makna dan tujuan penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya sebagai institusi terkecil yang memainkan peran vital dalam membentuk karakter dan memelihara generasi penerus dengan nilai-nilai moral yang tinggi.

Harganas juga merupakan pengingat bagi masyarakat untuk menjaga keutuhan dan mempererat hubungan antar-anggota keluarga.

Dalam perayaan Harganas, pentingnya nilai-nilai positif yang dapat diperoleh dari keluarga menjadi fokus utama. Keluarga memiliki peran yang tak tergantikan dalam membentuk karakter individu dan menciptakan masyarakat yang berkualitas.

Sejarah Harganas

Sejarah Harganas bermula pada masa kepemimpinan Soeharto, di mana Ketua Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (), Haryono Suyono, menginisiasi peringatan ini.

Tepat pada tahun 1993, peringatan Harganas mulai dirayakan. Pemilihan tanggal 29 Juni sebagai peringatan Harganas didasarkan pada dua peristiwa bersejarah.

Peristiwa pertama terjadi pada tanggal 29 Juni, di mana para pejuang kembali ke rumah masing-masing untuk berkumpul dengan keluarga setelah melalui perjuangan memperjuangkan kemerdekaan dan kebebasan negara.

Hari tersebut menjadi simbol kehangatan dan kebersamaan dalam lingkungan keluarga, di mana nilai-nilai tersebut menjadi dasar kuat bagi kemajuan bangsa.

Peristiwa kedua yang tidak kalah pentingnya adalah tanggal 29 Juni juga menjadi awal dari Gerakan Keluarga Berencana Nasional atau Hari Kebangkitan Nasional.

Gerakan ini bertujuan untuk mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya pengendalian pertumbuhan penduduk dan keluarga berencana, sehingga masyarakat diharapkan dapat memiliki kehidupan yang lebih baik dan berkualitas.

Tema Harganas 2023

Tema Harganas tahun 2023 adalah “Menuju Keluarga Bebas Stunting untuk Maju“. Tema ini dipilih dengan alasan seriusnya masalah stunting di .

Stunting merupakan kondisi di mana di bawah usia lima tahun memiliki tinggi badan di bawah standar untuk usia mereka.

Faktor-faktor penyebab stunting antara lain adalah gizi buruk, pelayanan kesehatan yang kurang memadai, dan sanitasi yang tidak memadai.

Stunting memiliki konsekuensi negatif bagi perkembangan anak, seperti keterbatasan kemampuan kognitif, peningkatan risiko kronis, rendahnya prestasi pendidikan, dan produktivitas yang rendah saat dewasa.

Dampak negatif stunting juga terasa dalam aspek ekonomi. Menurut sebuah studi oleh Bank Dunia, stunting menyebabkan kerugian sebesar 35 miliar dolar per tahun bagi dalam bentuk hilangnya produktivitas.

Dengan tema “Menuju Keluarga Bebas Stunting untuk Indonesia Maju“, Harganas tahun 2023 mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk bersatu dan bekerja sama dalam mengakhiri masalah stunting.

Dalam upaya tersebut, diperlukan penyediaan gizi yang baik, pelayanan kesehatan yang memadai, dan sanitasi yang baik bagi semua anak.

Dengan menciptakan kondisi yang sehat dan berkualitas bagi anak-anak, Indonesia dapat menuju masa depan yang lebih sejahtera dan maju.*/LIA