PALU, HAWA. ID – Badan Kesehatan dunia (WHO) melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia (RI) menyerahkan sekira 4000 tablet obat untuk penyakit demam keong (schistosomiasis) kepada Dinas Kesehatan (Dinkes) Sulawesi Tengah.
Kepala Dinkes Sulteng, dr.I Komang Adi Sujendra mengatakan,pihaknya sangat bersyukur atas bantuan obat tersebut karena sebagaimana diketahui bahwa adan peningkatan prevalensi penyakit demam keong pada 2022 lalu yakni dari 0,22 persen menjadi 1,4 persen.
Menurutnya penyakit demam keong ini, harusnya ditangani secara lintas sektor seperti Dinas Pertanian, PU dan juga Dinas Lingkungan Hidup. Olehnya, dengan adanya obat tersebut, maka pihaknya akan segera melakukan pengobatan kepada warga yang positif demam keong.
“Obat ini akan segera kami salurkan ke wilayah Poso dan sekitarnya, khususnya ke warga yang terserang penyakit demam keong,”jelasnya,Jumat (3/2/2023).
Menurutnya, obat tersebut masih sangat sulit didapatkan karena belum diproduksi di Indonesia, sehingga harus melalui sejumlah prosedur aturan impor yang cukup panjang untuk dapat sampai ke Indonesia dari negara produsen obat tersebut.
“Stok terakhir yang kita miliki pada bulan Juli 2022 lalu. InsyaAllah pada pertengahan tahun ini,kita menerima lagi penyaluran obat tersebut,”ujarnya.
Sementara, Epidemiolog Kesehatan Ahli Madya Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes RI, Lusi Leviana mengatakan, untuk mendapatkan obat praziquantel memang agak sulit karena merupakan donasi dari WHO, karena belum memiliki izin edar di Indonesia, sehingga proses untuk mendatangkan obat tersebut sampai di Indonesia cukup panjang atau lama.
“Tetapi ini akan menjadi bahan evaluasi kami, untuk selalu merencanakan lebih baik lagi terkait ketersediaan obat ini (praziquantel) di Dinkes Sulteng,”jelasnya.
Dirinya tidak menyangka bahwa di 2022 kasus schistosomiasis atau penyakit demam keong akan melonjak, khususnya di wilayah Kabupaten Poso. Selanjutnya, saat ini pihaknya juga masih menunggu hasil survey dari Dinkes Sulteng, survey ini juga cukup panjang karena harus melibatkan seluruh penduduk dalam hal pemeriksaan kotoran (tinja), untuk mengetahui secara valid warga yang positif schistosomiasis.MS